Jurnal Hukum Sasana Volume 2, Nomor 3, Oktober 2016

Informasi Detil

Volume
Volume 2, Nomor 3, Oktober 2016
Penerbit Universitas Bhayangkara Jakarta Raya : jakarta.,
ISSN
2461-0453
Subyek

Artikel Jurnal

JudulAbstractHalaman
Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa BisnisArbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di Juar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat sccara tertulis oleh para pihak yang bersangkutan. Arbitrase memiliki berbagai keunggulan baik ditinjau dari perundang-undangan maupun doktrin di saraping adanya prinsip kalangan bisnis. Sengketa (konflik) bisa diselesaikan melalui jalur ajudikasi (litigasi, non-litigasi) dan non-ajudikasi (negosiasi, mediasi, konsiliasi). Proses penyelesaian sengketa arbitrase bersifat ajudikatif yang non-litigasi, artinya putusannya bersifat win-loose (menang kalah) di luar peradilan umum. Pross penyelenggaraan sengketa arbitrase dibagi menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu pra persidangan, masa persidangan dan pasca persidangan. Selama masa persidangan, pada sidang pertama selalu diusahakan mediasi yang apabila dicapai kesepakatan dapat ditetapkan sebagai putusan arbitrase. Putusan arbitrase merupakan putusan dalam tingkat pertama dan terakhir (bersifat final and binding) artinya dalam proses arbitrase tidek ada upaya hukum banding, kasasi dan peninjauan kembali. Proses penyelesaian sengketa melalui mekanisme abrbitrase berlangsung paling lama 180 hari.125-149
Konflik SosialKonflik sosial adalah salah satu gejala yang semakin sering terjadi di Indonesia, khususnya pasca Reformasi 1998. Sudah barang tentu hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi pihak Polri yang sejak 1999 terlepas dari ikatannya dengan TNI dan hampir tanpa persiapan yang memadai harus menangani langsung masalah-masalah ketertiban masyarakat dan penegakan hukum, termasuk pencegahan dan penanggulangan konflik sosial. Dari analisis teoretis disimpulkan bahwa sumber konflik sosial adalah structural strain (Smelser, 1963), yaiu tekanan pada masyarakat yang sumternya sebagian besar di luar jangkauan kekuasaan dan kendali Polri. Pengalaman lapangan dan perbandingan dengan beberapa kasus di luar negeri juga membuktikan bahwa penanganan oleh kepolisian sendiri tidak akan efektif, selama strain yang bersumber pada masalah-masalah makro ekonomi, sosial dan politik tidak diselesaikan dengan tuntas. Dengan demikian sebagai penegak hukum dan ketertiban di lapangan, Polri yang harus tetap menjalankan tugasnya dalam keadaan apapun, perlu mengembangkan dan melaksanakan strategi pencegahan dan penanggulangai. konflik sosial pada tingkat lapangan yang mau tidak mau akan makin sering dihadapi oleh Polri. Untuk itu Lembaga-lembaga Penelitian dan Kajian Ilmu Kepolisian, baik di lingkungan Polri sendiri maupun di lingkungan Perguruan Tinggi perlu secepatnya menyelenggarakan penelitian-penelitian terapan tentang konflik sosial.150-174
Aspek Hukum Berkaitan dengan Permasalahan Persetujuan Tindak Kedokteran (Informed Consent) Sebagai Landasan Dalam Pelayanan KesehatanKajian ini membahas mengenai permasalahan berkaitan dengan Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) yang menimbulkan akibat hukum sehingga perlu dikaji aspek hukumnya. Metode pendekatan yang dilakukan adalah yuridis normatif, spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analisis, teknik pengumpulan data melalui studi dokumen, kepustakaan yang terdiri dari baban hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, serta metode analisis data dilakukan secara nomatif kualitatif. tahap penelitian dilakukan dengan studi Hasil kajian menunjukan bahwa Informed Consent dalam pelayanan kesehatan memiliki beberapa aspek hukum, yaitu: (1) Aspek Hukum Perdata (Pasal 1320 KUHPerdata: sahnya persetujuan) dan (Pasal 1338 Ayat (1) : kebebasan berkontrak), (Pasal 1338 Ayat (2) KUHPerdata: pembatalan persetujuan; (2) Aspek Hukum Perlindungan Konsumen (Pasal 4 huruf a UU No 8 Tahun 1999: hak atas informasi yang benar), (3) Aspek Hukum Hak Asasi Manusia (Nuremberg Code, Declaration of Human Right, UUD 1945, UU No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, dan UU No 39 Tahun 1999 Tentang HAM: hak menentukan nasib sendiri); (4) Aspek Hukum Pidana (Pasal 351 KUHPidana: Penganiayaan); (5) Aspek Hukum Administrasi (pengenaan Sanksi Administrasi); (6) Aspek Hukum Acara (Pasal 1866 & 1867 KUHPerdata: alat bukti tulisan), Pasal 184 Ayat (1) huruf c KUHAP: alat bukti surat).175-198
Penanggulangan Kebakaran Lahan dan Hutan di Indonesia Dalam Perspektif Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan HidupHutan di Indonesia yang sangat luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, dan strategis serta bermanfaat bagi semua makhluk hidup di muka bumi ini karena bisa melakukan daur ulang terhadap udara, sehingga dapat menciptakan lingkungan yang ramah dan lebih sehat bagi manusia. Kebakaran tahun 2015 di Indonesia merupakan yang terburuk dalam 15 tahun terakhir. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut total lahan yang terbakar mencapai 1,8 juta hectare, sedangkan sumber lain menaksir 2,6 juta hektare hutan, lahan gambut, dan lahan lain dilalap amukan api. Mutu udara di desa yeng terdekat dengan sumber kebakaran kerap melampaui angka 1.000 indeks standar polutan alias tiga kali lipat standar bahaya. Saat kebakarar. berlangsung, 12 ribu orang di Sumatera Selatan terserang infeksi saluran pernapasan akut. Di Riau, 26 ribu orang mengalami nasib serupa, 3.000 orang mengalami iritasi mata dan kulit, 1.200 menderita asma, dan 500 mengidap pneumonia. Kerugian ekonomi akibat kebakazan 2015 olch BNPB ditaksir lebih kurang sama dengen tahun sebelumnya yakni 50 triliun rupiah. Kebakaran lahan dan hutan di Indonesia terjadi karena faktor alam dan faktor manusia, yang meliputi antara lain: (1) Degradasi lingkungan; (2) Pengelolaan kawasan bergambut tidak tepat; (3) Pembakaran lahan dalam skala besar olch masyarakat maupun perusahaan; (4). Masyarakat memilih alternatif yang mudah, murah dan cepat untuk pembukaan lahan. Motif pembakaran/kebakaran lahan dan hutan antara lain: (1) Penghematan biaya operasional baik oleh perusahaan maupun pelaku perorangan; (2) Mempermudah dan mempercepat pekerjaan dalam pembukaan lahan (land Clearing): (3) Memperbaiki kualitas tanah dengan menaikkan PH dan memperkaya unsur mineral tanah. Dampak dari pembakaran lahan dan hutan : (1) menyumbang emisi gas karbon dioksida ke lapisan atmosfir bumi dan berperan pada penipisan ozon; (2) Hilangnya ekosistem yang ada di dalam hutan; (3) Persediaan oksigen didalam hutan akan semakin menipis; (4) Merubah iklim di dunia dan membuat cuaca cenderung panas. Konsepsi Penanggulangan Kebakaran Lahan dan Hutan dalam Perspektif Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan melalui: (1) Penangkalan (Pre Emtif): (2) Pencegahan (Preventif); (3) Penegakan Hukum (Law Enforcement)199-213
Peluang Terjadinya Monopoli Dalam Pelaksanaan MergerMerger dapat berdampak positif ataupun negatif, tergantung bagaimana pelaksanaan merger itu dilakukan. Dampak negatif yang tidak diharapkan tersebut adalah dimungkinkannya terjadi monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat. Beberapa peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta Undang-Undang Perbankan misalnya melarang pelaksanaan merge: apabila ia berdampak negatif. Mergingat kemungkinan terdapatnya dampak negatif dari merger tersebut maka Otoritas Persaingan harus mengendalikannya dengan melakukan pengawasan dan peniaian terhadap setiap pelaksanaan merger.214-229



Informasi


DETAIL CANTUMAN


Kembali ke sebelumnyaXML DetailCite this