Judul | Abstract | Halaman |
---|
Fundamentalisme : Melacak Radikalisme Berbasis Agama | Tulisan ini berupaya melacak soft-ware teroris - radikalisme agama. Berangkat dari tesis Rebert N. Bellah, bahwa agama adalah cara manusia untuk memahami dunia; tetapi justru dunia hari ini adalah realitas yang sulit difahami. Fundamentalisme bukan sedekar bentuk simplifikasi agama dalam cara memandang realitas, tetapi didalamnya elemen structual menyumbang simplifikasi itu. | 19-27 |
Paradigma Terorisme : Hantu Yang Membayangi Demokratisasi | Kewajiban negara (state duties) untuk melakukan promosi (to promote), memberikan perlindungan (to protect), dan pemenuhan (to fufill) hak-hak asasi manusia terhadap warganya. Respon pemerintah dalam memberantas terorisme dengna memperbesar kewenangan negara sangat dimungkinkan membuka peluang kembalinya kondisi aparat yang sewenang-wenang dan mengarah ke pemerintahan yang totaliter. Dilema yang melekat dalam pemberantasan terorisme adalah ciri arcanum aksi terorisme. Teroris itu bekerja di ruang privat untuk mendapatkan efek-efek di ruang publik. Sebagai suatu isme gerakan terorisme merupakan politik rahasia . Masalahnya bagaiamana mendeteksi gerakan teror tanpa label gerakan yang bersifat rahasia. Sementara, intervenasi ke dalam ruang rahasia itu dapat berarti campur tangan aparat ke dalam wilayah privat. Menarik untuk dicermati, mengapa teks dari UU pemberantasan terorisme itu terkesan vertikalistis, yaitu mengandalkakn peranan aparat-aparat kekuasan negara, seperti kepolisian, inyelijen, pengadilan dst. | 28-35 |
Terorisme Agama Belum Berakhir | Terorisme agama adalah gerakan yang bertujuan menebar ketakutan dan kepanikan di masyarakat luas dengan menjadikan agama sebagai basis ideologi yang memberinya pembenaran sekaligus dukungan moral. Sejarah mencatat bahwa semua agama besar dunia telah pernah dibajak oleh para agamawan yang pro-kekerasan. Tak dapat disangkal, setiap agama memiliki elemen-elemen keras (hard elements) dan elemen-elemen lunak (soft elements). Karena itulah, dalam setiap agama, selalu saja ada kelompok yang memahami agamanya secara kaku dan terlalu bersemangat, sehingga memunculkan sikap-sikap fundamentalistik dan radikal yang senderung pro-kekerasan. Gerakan terorisme agama, baik para pelaku dan jejaringnya, juga ideologinya, jelas harus diperangi. Sebab, selain ia bertentangan dengan agama yang sejati, kerugian yang ditimbulkannya secara meteril maupun nonmateril sangatlah luas. | 36-68 |
Terorisme Digital : Pertarungan Atas Dunia Alam Maya Manusia | Operasi kerja teroris telah mengalami pergeseran dari fokus dan tujuan mereka, terutama dalam publikasi. Pada era 1970 sampai awal 1990 mereka sangat mengandalkan media massa konvensional sebagai titik sentral publikasi pergerakan. Namun saat ini berbeda fenomena yang muncul teroris sangat mengandalkan media teknologi informasi, seperti internet dan cakram digital untuk mempublikasikan kerja mereka. Sarana-sarana tersebut begitu efektif digunakan terutama menginformasi operasi gerak dan pencucian otak. Tulisan ini berusaha memberikan pembuktian secara teoritis, bahwa bahaya teroris saat ini bukan terletak hanya pada tindakan boikot atau sabotase, melainkan gelombang sikap simpati dan perekrutan besar-besaran generasi meda lewat media internet, jejaringan sosial dan produk teknologi informasi lain yang sedang gandrungi. | 69-84 |
Demokrasi dan Radikalisme | Demokrasi bukanlah suatu sistem bernegara dengan kebenaran paripurna, tetapi kebanyakan negara di dunia memilih demokrasi sebagai sistem bernegara. Oleh karena banyak negara berkeyakinan melalui demokrasi maka segala kepentingan warga negara dapat diperjuangkan dan mendapat perhatian. Kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua negara berhasil menggunakan sistem demokrasi untuk mendongkrak kebijakan dan kesejahteraannya. Bahkan dalam banyak negara masih tumbuh radikalisme sebagai sebuah reaksi yang berhadapan dengan kegagalan berdemokrasi. Dengan memandang demokrasi secara kritis, masih dapat telihat bagian yang potensial menjadi suber kegagalan, yang terdapat selain bulit in dalam sistem demokrasi sendiri, juga pada aplikasi kebijakan. Dengan mengkritis hal ini maka akan terlihat bagian-bagian yang lowong dari sistem ini yang memberi peluang berkembangnya radikalisme baik secara potensial maupun substansial. Hal itu dapat terjadi melalui perumusan kebijakan yang tidak disertai kearifan, namun cenderung sebagai ajang adu perebutan suara, maupun dalam proses aplikasi kebijakan. | 85-94 |
Terorisme dan Kerentanan Psikologi Individu Usia Muda | Bagaimana menghentikan atau - setidaknya - menekan aksi teror? Ini pertanyaan yang luar biasa kompleks untuk dijawab. Penulis berargumentasi bahwa apabila otoritas keamanan Indonesia berkonsentrasi pada pencegahan terjadinya tindakan atau aksi, modus teror di Tanah Air perlu mendapat cermatan. Sedangkan jika fokus perang terhadap teror diarahkan pada dimensi pelaku, maka regenerasi pelaku teror menjadi titik penekanan utama. | 95-101 |
Perumusan Kebijakan Pemberantasan Illegal Logging di Indonesia | Combating illegal logging in Indonesia has become the commitment of government. The finding is the regulation related to illegal logging in Indonesia is appropriate to be used as law tools to prosecute the illegal logger, starting the law sentence to the violation outside the forest territory but still related to the derivative act. The relation between law enforcer in order to eliminate illegal logging is rather enough, yet, weak between the forest technical and environmental institutuion with the regional institution. The Priority of policy to combat illegal logging in Indonesia based on the data analysis result by the AHP appoach showed that the factor, actor, purpose, and alternative policy which has the highest priority value is the law enforcement factor, government actor, the goal to recover the forest economy, and to apply the command-and-control-natured policy. | 102-117 |