Jurnal Ilmu Kepolisian Edisi 083, Juni-Desember 2015 | Perpustakaan Universitas Bhayangakara Jakarta Raya
Advanced SearchJurnal Ilmu Kepolisian Edisi 083, Juni-Desember 2015
Informasi Detil
Volume |
Edisi 083, Juni-Desember 2015
|
---|---|
Penerbit | Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian : jakarta., 2015 |
ISSN |
0216-2563
|
Subyek |
Artikel Jurnal
Judul | Abstract | Halaman |
---|---|---|
Menakar Ilmu Kepolisian (Sebuah Penelusuran Sosiologik) | Selain Hull, adalah Immanuel Wallerstein yang menegaskan bahwa konstruksi ilmu pengetahuan dapat dilacak dari kekuatan sosial yang mengitarinya. Koherensi bidang ilmu pengetahuan -- apalagi ilmu sosial -- tidak pernah telanjang bulat sebagaimana ketelanjangan formula mati-matika. Maka dengan demikian sisi pragmatik akan lebih mendominasi aspek legitimasi sebuah ilmu. Padahal sisi pragmatik ini memerlukan persandarannya pada rezim politik. Dengan berdiri di pundak Hull dan Wallerstein, tulisan ini merupakan sebuah pembacaan rancang bangun ilmu kepolisian di Indonesia didalam kontestasinya dengan rezim sosial-politik. | 11-19 |
Kajian Birokrasi dalam Ilmu Kepolisian | Hakekat epistemologi ilmu kepolisian sebagai sebuah bidang ilmu pengetahuan yang multibidang atau antarbidang tidak perlu dipertantangkan karena merupakan sebuah keniscayaan alamiah dari sebuah evolusi ilmu pengetahuan yang coraknya akumulatif dan pengkayaan epistemologis yang bercorak eklektis. Lebih dari itu sebagai sebuah bidang ilmu pengetahuan juga harus mencakup kajian empirik atas ontologi dan aksioogi, termasuk metodologinya. Eksistensi ilmu kepolisian harus ditunjukkan dengan adanya lembaga ilmiah untuk pengembangannya, memiliki perkumpulan ilmuwan dengan berbagai produk ilmiah yang terpublikasi secara periodik guna mempelajari fungsi dan lembaga kepolisian dalam mengelola masalah-masalah sosial guna mewujudkan keteraturan sosial. Birokrasi kepolisian merupakan bagian dari konsep dan teori ilmu kepolisian yang mempelajari dinamika struktur pada lembaga kepolisian. | 20-33 |
Ilmu Kepolisian dalam Perspektif Filsafat | Ilmu Kepolisian itu bertujuan untuk secara rasional dan ilmiah memberikan pengayoman yang terbaik kepada masyarakat yang didalamnya para anggota kepolisian berkarya. Ilmu Kepolisian bertujuan untuk menemukan dan memahami masalah konkret yang dapat menimbulkan gangguan terhadap ketertiban dan keamanan dalam kehidupan bermasyarakat, dan secara konkret menawarkan penyelesaian terhadap masalah yang tengah dihadapi itu. Ilmu Kepolisian tidak hanya sekedar untuk memperoleh pengetahuan yang benar saja seperti dalam lingkungan Ilmu-ilmu Teoretikal, melainkan terarah untuk memberikan penyelesaian terhadap masalah konkret yang sedang dihadapi. Dengan demikian, dapat dikatakan, bahwa Ilmu Kepolisian itu termasuk ke dalam Ilmu-ilmu Praktikal Normologikal Non-otoritatif, namun dengan unsur-unsur yang berada dalam lingkungan Nomologikal yang cukup kuat. | 34-52 |
Perkembangan Ilmu Kepolisian sebagai Bidang Studi Terapan yang Interdisiplinaritas | Ilmu kepolisian adalah bidang studi terapan yang mempelajari fenomena sosial yang berkenaan dengan masalah kepolisian dan memadukannya dengan teori dan hasil studi disiplin ilmu terkait (sosiologi/kriminologi, hukum, ekonomi/manajemen, administrasi negara serta ilmu-ilmu lain seperti psikologi, antropologi dll). Namun aspek-aspek beberapa disiplin ilmiah yang telah turut menggarap permasalahannya belum mampu untuk meleburkan diri secara sempurna ke dalam satu pengetian ilmiah yang disebut ilmu kepolisian. Kelemahan dari perkembangan ilmu kepolisian di Indonesia terutama terletak pada produk -produk teoritisnya. | 53-64 |
Telaah Kepolisian (Tinjauan dari Sisi Filsafat Ilmu) | Telaah Kepolisian (Police Studies) kini telah dijadikan program studi pada strata S₁, S₂, S₃. Melalui makalah ini akan dilihat, apakah ada sumbangan yang dapat diharapkan dari Filasafat Ilmu untuk memberi gambaran umum tentang Telaah Kepolisian. Telaah Kepolisian meliputi teba yang luas, merambah kawasan ilmu formal (misalnya Logika, Matematika, dan Statistika), maupun kawasan ilmu real. Di kawasan yang kedua ini, Telaah Kepolisian memasuki semua sektornya, yakni ilmu alam (natural science), ilmu sosial dan keperilakuan (sosial and behavioral sciences) dan humanities). | 65-71 |
Implementasi Ilmu Kepolisian dalam Pelaksanaan Tugas Polri | Bisnis inti (fungsi utama dan tanggung jawab) kepolisian modern (Polisi Sipil) terdiri dari 3 (tiga) bidang yang saling mendukung, namun menuntut persyaratan kompetensi sumber daya manusia yang berbeda, yaitu: (1) memerangi kejahatan (fighting crime), (2) memelihara ketertiban umum (preservation of public order); dan (3) melindungi warga masyarakat dari ancaman bahaya fisik (protecting people). Ketiga fungsi utama (bisnis inti) tersebut menuntut selain pengetahuan dan keterampilan berbeda, juga menuntut sikap, sifat, dan temperamen berbeda didalam menunaikan tugas dan tanggungjawabnya. | 72-77 |
Pengembangan Ilmu Kepolisian dan Implementasinya dalam Meningkatkan Kompetensi SDM Polri | Inti profesi kepolisian adalah menangani kejahatan dalam masyarakat Indonesia. Mereka juga melihat masalah kejahatan itu adalah suatu problema sosial yang harus dipecahkan (berarti dipahami) sebagai suatu kenyataan dalam masyarakat, berarti usaha pencegahan dan penindakannya harus dibenarkan dan didukung oleh masyarakat yang bersangkutan. Membangun teori dalam Ilmu Kepolisian Indonesia, akan membantu dalam menafsirkan data dan memungkinkan mengkaitakan teori ilmu kepolisian dengan teori-teori di bidang lain. | 78-86 |
Globalisasi Polri yang Profesional dan Era "Raih Keunggulan" | Referensi utama Polri dalam bertindak adalah ilmu kepolisian. Tetapi ilmu ini dianggap tidak memiliki efek yang signifikan jika saja para anggota Polri tidak menterjemahkan ilmu itu menjadi sesuatu yang berguna bukan hanya untuk Polri sebagai sebuah entitas. diabaikan ketika Polri ingin membentuk sosok sumber daya manusia Polri yang bukan hanya profesional, tetapi juga mampu beradaptasi dengan lingkungan yang berubah dan mampu membawa lembaga Polri mecapai tahap keunggulan (strive for excellence). Pada era globalisasi, kemampuan untuk beradaptasi penting dalam rangka pencapaian kinerja optimal. | 87-94 |
Ilmu Kepolisian dan Pengembangannya | Ilmu Kepolisian sebagai ilmu pengetahuan semestinya dalam pengembangannya, mampu mengikuti bahkan melampaui perubahan-perubahan zaman, serta dirasakan manfaatnya bagi kehidupan manusia. Pengakuan-pengakuan akan didapatkan tatkala ada keunggulan dari: (1) dosen/guru pengajarnya, (2) hasil didik/alumninya yang unggul dan mampu mengimplementasikan ilmunya dalam masyarakat; (3) program-program dan produk-produk unggulan yang menjadi kebanggan bagi institusi pengguna dan masyarakat; (4) Konsep dan teori-teorinya mampu memperbaiki, cocok dan tepat bagi masa kini, dan mampu memprediksi atau menyiapkan masa depan yang lebih baik. Demikian halnya dengan kepolisian dimana untuk dapat tumbuh dan berkembang diperlukan ilmu kepolisian. | 95-108 |
Implementasi Ilmu Kepolisian dalam Praktik Pemerintahan | Penyelenggaraan negara akan terimplementasikan dalam bentuk praktik pemerintahan. Dalam proses praktik pemerintahan, salah satu fungsi yang melaksanakan oleh profesi polisi menghadapi permasalahan sosial yang semakin kompleks, sehingga membutuhkan ilmu pengetahuan untuk mampu memsistematisasi tugas-tugas fungsi kepolisian. Ilmu yang mampu memberikan dukungan dalam pelaksanaan tugas fungsi kepolisian adalah ilmu kepolisian. Sehingga pengembangan ilmu kepolisian akan senada dengan perkembangan kompleksitas penyelenggaraan negara, terutama dalam mewujudkan keteraturan sosial. Implementasi ilmu kepolisian dalam praktik pemerintahan menunjukkan lingkup ilmu kepolisian adalah bagian dari ilmu negara. | 109-116 |
Penerapan Ilmu Komunikasi di Bidang Kerja Kepolisian Modern (Pendekatan Pragmatis dan Aplikatif di Lapangan Kerja) | Setiap problematika yang muncul dalam kehidupan ini disinyalir sebagian besar berasal dari permasalahan komunikasi. Sayangnya kebanyakan orang kurang memahami dan menganggap persoalan komunikasi adalah sesuatu yang sepele dan tidak penting. Kemampuan komunikasi dianggap orang sebagai sebuah bawaan bakat lahir yang tidak bisa dipelajari dan mengalir begitu saja. Kemampuan komunikasi adalah suatu bakat natural yang ada pada diri orang. Pandangan klasik ini terbantahkan dengan kemuncullan ilmu komunikasi yang bersifat interdisipliner dari sumbangan-sumbangan ilmu sosial lain. Oleh sebab itu penerapan ilmu komunikasi pada bidang kerja kepolisian modern menjadi urgent dalam rangka peningkatan kinerja. | 117-128 |
Metodologi Ilmu Kepolisian | Metodologi sebagaimana dijelaskan dalam filsafat ilmu adalah operasionalisasi dari epistemologi ke arah pelaksanaan penelitian. Epistemologi memberi pemahaman tentang cara/teori menemukan atau menyusun pengetahuan dari idea dan materia dengan menggunakan rasio, intuisi, empiris, fenomena atau dengan metode ilmiah. Tanpa melihat tingkatannya, metodologi ilmu dapat dikelompokan ke dalam dua pendekatan, yaitu pendekatan metode non-ilmiah dan pendekatan metode ilmiah. Kedua pendekatan yang lazim digunakan oleh ilmuan untuk memperoleh kebenaran atau ilmu pengetahuan, termasuk dalam hal ini pengembangan ilmu kepolisian. Dalam metode non-ilmiah, pengembangan ilmu kepolisian telah dilakukan oleh bebrapa pakar ilmu kepolisian seperti Harjsa Bachtiar, Parsudi Suparlan, Awaloedin Djamin, Satjipto Rahardjo, Chairuddin Ismail dan lain-lain. Adapun pengembangan ilmu kepolisian dengan penerapan metode ilmiah dapat ditelusuri dari berbagai hasil penelitian berupa penulisan skripsi, tesis, disertasi, dan penelitian-penelitian kelembagaan dengan pendekatan penelitian yang berbeda-beda pada STIK-PTIK, Program Pascasarjana Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia (KIK-UI,) dan beberapa perguruan tinggi umum lainnya. | 129-137 |
Ilmu Kepolisian dan Pola Pemolisian pada Ditlantas Polda Metro Jaya | Tulisan ini menguraikan tentang manajemen Kamseltibcar Lantas (Keselamatan, Keamanan, Ketertiban dan Kelancaran Lalu Lintas (Kamseltibcar Lantas) dalam perspektif ilmu kepolisian, khususnya di wilayah hukum Polda Metropolitan Jakarta Raya. Manajemen Kamseltibcar Lantas tersebut diwujudkan dalam berbagai tindakan atau aktivitas kepolisian (lalu lintas) baik pada tingkat manajemen maupun pada tingakat operasional pada petugas lapangan. Kamseltibcar Lantas merupakan sebuah produk dari dari saling membengaruhi secara timbal balik (interplay) antara polisi dengan lingkungan masyarakat dan kebudayaan sekitarnya. Saling pengaruh tersebut muncul karena didorong adanya kekuatan polisi untuk melaksanakan pemolisian, serta adanya kebutuhan maupun dorongan dari masyarakat luas untuk mendapatkan rasa aman dan keamanan, khususnya di wilayah Polda Metro Jaya. | 138-152 |
Kemampuan Profesi Polri; Mengapa Harus Bahasa Inggris? | Pada era globalisasi ini bahasa Inggris sudah bukan lagi merupakan bahasa kedua. Bahasa Inggris bahkan sudah menjadi sebuah hal yang mutlak yang harus dikuasai seseorang apabila dia ingin maju. Hampir tiada bidang pekerjaan yang tidak memerlukan bahasa Inggris. Kepolisian sebagai salah satu bidang pekerjaan atau profesi juga sangat membutuhkan seseorang yang memiliki penguasaan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris yang baik. Dengan situasi dan kondisi dunia yang semakin mengglobal dan semakin tanpa batas, seorang petugas penegak hukum atau polisi dihadapkan kepada keadaan dimana para pelaku kejahatan bisa saja berasal dari luar negeri atau negara asing. Dengan penguasaan kemampuan bahasa Inggris yang baik maka seseorang akan memiliki dunia yang semakin lebar dan peluang yang peluang yang sangat banyak. | 153-159 |
Postur Kepolisian: Relevankah? | Istilah postur kepolisian kini dianggap tidak tepat untuk dijadikan pegangan dalam rangka aktuaslisasi organisasi di masa depan. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan sebagai alternatifnya yakni perspektif manajemen kepolisian atau police managerialism, yang berangkat dari konsep tata kelola yang baik (good governance) menyangkut peran kepolisian sebagai yang berkewenangan atau yang memiliki otoritas dalam suatu hirarki penggunaan hukum. Namun jika terminologi postur kepolisian akan tetap dipakai, hendaknya dikaitakan dengan konteks tata kelola dari lembaga kepolisian saat menjalankan peran dan fungsinya selaku pemeliharaan keamanan dan ketertiban serta selaku penegak hukum. | 160-164 |
Penanggulangan Cold Cases | Cold Cases adalah bagian dari tunggakan perkara yang ada dalam pengelolaan kepolisian. Merupakan hal yang menjadi salah satu sebab signifikan dari kekecewaan masyarakat atas kinerja Polri. Cold cases adalah perkara-perkara yang terdiamkan atau didiamkan yang kemungkinan kemudian terselesaikan dengan sendirinya oleh waktu yang dalam pendekatan ilmu hukum disebut kadaluarsa. Menghangatkan kembali dan peningkatan penyelesaian cold cases merupakan tanggung jawab Polri dalam rangka memberikan keadialan kepada semua pihak, dan pertanggung jawab untuk melayani dan melindungi masyarakat, serta sekaligus membantu meningkatkan citra Polri terutama mereka yang mengalami kejadian pidana. Berbagai sebab yang mendorong terjadinya cold cases tidak hanya menajdi tanggung jawab Polri tetapi memerlukan perhatian Negara dan masyarakat. | 165-177 |
Praperadilan dalam Konteks Penegakan Hukum di Indonesia | Praperadilan merupakan penyeimbang antara penegak hukum dengan tersangka tindak pidana. Hal ini karena posisi lembaga praperadilan yang merupakan instrumen untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan aparat penegak hukum terhadap seseorang yang sedang menjalani suatu proses hukum yang akan bermuara pada tegak dan dilindunginya hukum serta perlindungan HAM. Lembaga praperadilan telah dikenal lama terutama di Eropa, yang secara fungsi memang benar-benar melakukan pemeriksaan pendahuluan. Kini, posisi praperadilan juga merupakan pemeriksaan pendahuluan di sidang Pengadilan, sebelum dilakukan pemeriksaan atas pokok dakwaan Penuntut Umum. Dalam konteks penegakan hukum di Indonesia, pra peradilan telah menjadi sarana baru untuk menguji awal proses mencari kepastian hukum. | 178-184 |
Efektivitas Kepemimpinan dan Motivasi Terhadap Kinerja Anggota Polri | Dalam kegiatan organisasi diperlukan suatu langkah strategis dalam pembenahan di lingkungan institusi Polri, baik aspek struktural, instrumental maupun kultural. Kepemimpinan yang efektif dan mampu mengajak seluruh anggota untuk dapat memahami dan mengimplementasikan seluruh budaya positif yang dianut organisasi merupakan kunci keberhasilan pemimpin dalam mengusahakan peningkatan kemampuan profesional, motivasi, dan kinerja para anggotanya sesuai tuntutan Reformasi dan Paradigma Polri yang semula mengabdi kepada kepentingan penguasa, beralih pada institusi sipil yang mengabdi kepada kepentingan masyarakat, sehingga diperlukan pimpinan yang mampu memotivasi anggota dalam paradigma baru. | 185-191 |