Judul | Abstract | Halaman |
---|
Kecenderungan Global, Kamdagri, dan (Re)posisi Kepolisian (Penelusuran Sosiologi atas Ideologi Fundamentalisme) | Fundamentalisme hadir di penghujung abad ke-20 bukan melulu berbasis agama (dengan iming-iming after live) dan Marxis, namun fundamentalisme juga hadir dalam matra rasionalitas instrumental. Otoritas negara, selain gamang menjegal gerak fundamentalis dalam alam demokrasi ini, pada sisi lain tak mudah bagi negara mengindentifikasi persoalan dasarnya. Alih-alih, negara terperangkap pada pusaran fundamentalisme bermatra rasionalitas instrumental. Artikel pendek ini lebih menawarkan sebuah persoalan ketimbang jawaban, perihal: dari mana memulai pembacaan persoalan yang mengancam rasa aman atas ras manusia dan kolektivitas yang disebut negara bangsa? | 15-22 |
Perspektif Organisasi dalam Penanganan Kamdagri | Selama sepuluh tahun terakhir dinamikan kehidupan politik ditandai dengan berbagai demonstrasi disamping dengan berbagai jenis kejahatan, dan terorisme. Demonstrasi yang terjadi bervariasi tuntutannya dan pelakunya. Demontrasi bernuansa politik merupakan bentuk kegiatan yang berpotensi menggangu keamanan dalam negeri. Berfungsinya suatu organisasi, termasuk organisasi Polri, adalah karena adanya peran anggota dari organisasi tersebut. Dua faktor yang mendukung setiap anggota dari berbagai keahlian dan tingkatan dalam suatu organisasi yaitu budaya dan komunikasi. Dinamika kehidupan politik, sosial, dan ekonomi, serta intensitas pemanfaatan teknologi maka menjadi suatu keharusan Polri berkembang manuju learning organization, agar mampu mengadaptasi terhadap dinamika yang terjadi di sekitar lingkungan organisasi Polri dan ditransformasikan pada strategi yang didasarkan pada pendekatan pendekatan multidisipliner. | 23-33 |
Polri dalam Konteks Politik Keamanan Nasional | Keamanan Negara hanyalah satu bidang keamanan yaitu upaya menjamin keamanan Negara sebagai suatu entitas. Walau saling terkait, keamanan Negara berada pada domain yang berbeda dengan keamanan umum. Diperlukan pendekatan baru dalam sistem keamanan nasional, di mana TNI dan Polri merupakan dua institusi utama di antara aktor-aktor penyelenggara keamanan nasional. Polemik dan regulasi tentang keamanan nasional merupakan bagian penting dari reformasi sistem keamanan sesuai prinsip keamanan demokratis. Berbagai perubahan mendasar di lingkungan Polri di atas, telah memantapkan posisi dan peran Polri dalam menghadapi ancaman dalam negeri baik yang bersifat konvensional maupun non konvensional serta bentuk-bentuk ancaman keamanan baru, seperti kejahatan lintas negara, terorisme, konflik kekerasan masyarakat di daerah, dan kejahatan ekonomi. | 34-40 |
Kompleksitas Masalah Kejahatan Lingkungan | Kejahatan yang merusak lingkungan hidup manusia salah satu bentuk kejahatan yang tidak mudah dipahami karena terdapat banyak hal yang terkait bagi terjadinya kejahatan tersebut. Kejahatan lingkungan sebagai pola tingkah laku yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, dapat dikelompokkan dalam dua bentuk. Pertama melakukan tindakan yang mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan (crime by commision). Kedua tidak melaksanakan kewajiban yang berakibat pada terjadinya perusakan lingkungan (crime by ommision). Kendati terdapat sanksi pidana yang diancamkan terhadap individu pelaku pemcemaran lingkungan, namun bila penegakan hukumnya tidak berjalan maka yang dimengerti oleh warga masyarakat adalah tiada hukum yang berlaku. | 41-48 |
Restrukturisasi Kepolisian, Kaidah Demokrasi, dan Amanat Konstitusi | Proses reformasi kepolisian dapat dikaji lebih dalam melalui tiga parameter yaitu, letijimasi kepolisian, struktur organisasi, dan fungsi kepolisian. Namun sebelum membahas ketiga parameter itu, perlu dibedakan lebih dahulu pengetian polisi sebagai lembaga (institution) dan polisi sebagai proses (policing). UU Kepolisian Negara Nomor 2 tahun 2002 tidak memuat aturan hukum yang spesifik mengatur soal lejitimasi dan mekanisme pertanggungjawaban polisi secara regular sebagai institusi di Indonesia. Restrukturisasi kepolisian merupakan penempatan peran dan kewenangannya yang sesuai dengan kaidah demokrasi dan amanat konstitusi, untuk memberikan jaminan hukum bagi para pelaksananya dalam menjalankan tugas di lapangan. | 49-56 |
Ratifikasi Traktat Ekstradisi Bilateral Indonesia - Singapura | TIdak ada satupun negara yang dapat melaksanakan penanganan kejahatan transnasional secara utuh tanpa bekerjasama dengan negara lain. Namun pada pelaksanaannya, kerjasama antar negara dalam bidang penegakan hukum menemui banyak kendala. Hal tersebut tercermin dalam proses ratifikasi traktat ekstradisi bilateral Indonesia-Singapura yang mengalami penundaan. Di sisi lain, terdapat berbagai teori hubungan internasional yang dapat digunakan untuk menjelaskan hal tersebut, salah satunya adalah teori neo-realisme. Tulisan ini menyajikan analisis terhadap berbagai faktor penyebab tertundanya ratifikasi traktat ekstradisi bilateral Indonesia-Singapura ditinjau dengan teori neo-realisme. | 57-67 |
Tantangan Polri pada Persoalan Penanggulangan Konflik Komunal di Indonesia | Makin panjangnya daftar konflik komunal di Indonesia akhir-akhir ini menunjukkan kian kompleksnya tantangan yang dihadapi Polri pada upaya penanganannya. Persoalan-persoalan konflik komunal dengan demikian memerlukan pemahaman mendalam didasarkan rujukan beragam. Motif konflik komunal sering merupakan bentuk-bentuk perjuangan menuntut hak atas sumber daya ekonomi ketimbang perjuangan identitas etnis atau agama. Upaya-upaya preventif telah menjadi kata kunci penanggulangan yang harus dibarengi upaya-upaya konkrit dan terobosan inovatif. Pengelolaan konflik komunal baik sebelum maupun pasca-konflik harus bagian kebijakan utuh penanggulangan pihak kepolisian. Memasukkan peran TNI pada penanganan konflik telah menimbulkan reaksi keras di masyarakat. Agar pihak kepolisian memiliki kekuatan dan kemampuan memadai dalam penanganan konflik, dukungan sekolah, pengadilan dan pemerintahan daerah amat vital diperlukan. Harus dikikis efek langsung yakni rasa takut dan viktimisasi konflik. | 68-77 |
Relasi Polri-Masyarakat dalam Membangun Kamdagri | Reformasi Kepolisian sesungguhnya bertujuan mengubah citra polisi dari yang militeristik ke polisi sipil yang demokratis. Reformasi yang dilakukan dapat mengubah wajah Kepolisian sesuai dengan cita-cita negara hukum. Dari perspektif hubungan masyarakat-negara (state-society relation), maka keamanan nasional (national security) dimengerti sebagai kondisi ketika individu, masyarakat dan negara terbebas dari segala bentuk ancaman. Polri sebagai alat negara yang tangguh dan didukung publik, menjadi kekuatan dalam memelihara keamanan dalam negeri melalui fungsi-fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan ketertiban dan keamanan (kamtibmas), penegak hukum, pelindung pengayom dan pelayan masyarakat. Perlunya upaya kemitraan antara masyarakat dengan Polri untuk meningkatkan peran, fungsi dan wewenangnya sebagai lembaga keamanan dalam negeri. | 78-83 |
Masyarakat Sipil dan Pengawasan Demokratis Terhadap Sektor Keamanan | Masyarakat sipil bernilai karena potensi kontribusinya bagi tata kelola yang baik. Tata kelola yang baik dari sekedar penerapan otoritas ekonomi, politik dan administrasi yang efektif dalam mengelola negara. Tata kelola yang baik adalah suatu proses luhur yang dibuat oleh institusi, pengaturan institusional, mekanisme, partisipasi dan dialog masyarakat. Tata kelola yang baik dikendalikan oleh sinergi, strategi dan political will untuk merundingkan serta mengkompromikan keputusan serta tindakan pemerintah. Salah satu fungsi paling dasar dari negara adalah menyediakan keamanan bagi warga negaranya. Sektor keamanan meliputi institusi negara dan struktur yang fungsi utamanya adalah melindungi masyarakat dan kebebasan warga negaranya. Istilah sektor keamanan memiliki lingkup keamanan yang luas dari keamanan tradisinal angkatan bersenjata dan pengamanan militer hingga termasuk keamanan publik, atau keamanan individu dari ancaman kejahatan, pelanggaran, dan kekerasan. | 84-98 |
Polisi dan Community Relations : Kasus Penanganan Kerusuhan Buruh | Kerja polisi harus luwes dan bisa memahami karakter masyarakat yang dilayaninya, sehingga menciptakan ikatan hubungan antara polisi dengan lingkungan sekitar. Berusaha mengenal masyarakat dan memahami komunitas bukanlah sesuatu yang mudah, perlu adanya strategi dan taktik khusus dalam perencanaan komunikasi bukanlah sesuatu yang mudah, perlu adanya strategi dan taktik khusus dalam perencanaan komunikasi yang jitu. Praktik yang penentu keberhasilan adalah kemampuan komunikasi antar pribadi dan komunikasi lintas budaya sang anggota. Satu yang dipahami bahwa begitu berdayanya community relations ini bila aplikasinya tidak tepat maka akan menghambat dan menggerogoti keberhasilan program perpolisian masyarakat yang berbalik menjadi bumerang menyerang citra diri polisi yang buruk. Penanganan pencegahan sudah sangat urgen untuk melakukan praktik community policing dalam penangan kasus bentrokan, seperti kasus penanganan buruh. | 99-109 |
Pembaharuan Hukum Pidana dalam RUU KUHP dan Partisipasi Polri | Partisipasi atau keterlibatan Polri dalam kebijakan hukum pidana, sangat penting dan strategis karena merupakan aktor negara yang utama pada tahap aplikatif. Eksistensi kebijakan hukum pidana sebagai bagian dari sistem yang lebih besar yakni kebijakan kriminal dan selanjutnya sebagai bagian dari kebijakan sosial, semakin memperkuat pandangan bahwa meskipun makna negara hukum dipertaruhkan pada keberhasilan upaya penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana (sanksi pidana). Untuk menghindari dampak negatif dan kelemahan yang muncul pada proses dalam sistem kebijakan formulatif, maka pembaharuan dalam RUU KUHP seyogianya tidak hanya berdasarkan pendekatan kebijakan, melainkan juga pertimbangan kepada nailai-nilai atau kepentingan-kepentingan yang lebih besar. | 110-120 |
Kenaikan Harga BBM : Viktimisasi Struktural | Tulisan ini membahas dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dalam perspektif viktimisasi struktural. Kebijakan pemerintah yang berencana menaikan harga BBM telah menimbulkan dampak pada berbagai aspek. Pemerintah yang seharusnya menjamin kesejahteraan rakyatnya, namun kebijakan menaikkan harga BBM menciptakan kondisi sebaliknya. Masyarakat pada kelompok menengah kebawah adalah yang paling merasakan dampak dari kenaikan BBM. Di dalam tulisan ini akan ditunjukkan betapa kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM telah menimbulkan korban yaitu masyarakat dengan ekonomi lemah. Mereka menjadi korban bukan karena perbuatannya, tapi karena posisinya yang lemah. | 121-128 |
Pengembangan Ilmu Kepolisian dan Penerapannya | Menurut Prof. Parsudi Suparlan dan Prof. Awaloedin Djamin bahwa ilmu kepolisian yang dikembangkan di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian-Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK-PTIK) Jakarta, khususnya untuk Program Sarjana (S1) seyogiyanya adalah ilmu administrasi kepolisian yang bersifat antar-bidang atau interdisipliner. Namun, melihat kecenderungan yang ada, pemahaman terhadap ilmu kepolisian oleh Dosen STIK-PTIK terpola ke dalam 2(dua) pemahaman yang berbeda, sebagian memahami ilmu kepolisian sebagai ilmu yang bersifat multidispliner dan sebagian lagi memahaminya sebagai ilmu yang bersifat interdisipliner. Adanya polarisasi dan kecenderungan sebagian besar Dosen STIK-PTIK memahami ilmu kepolisian sebagai ilmu yang bersifat multidisipliner, kemudian memunculkan implikasi terhadap dinamika akademis STIK-PTIK. Implikasi ini akan berdampak pada profil out-put STIK-PTIK. | 129-135 |
Rehabilitasi Penyalah-guna Narkotika dalam rangka Mencegah Relapse | Narkotika dengan harga jual yang relatif mahal di Indonesia, mendorong pedagang barang haram ini untuk mengembangkan sayap perdagangannya melalui stimulus peningkatan pemakai sebagai konsumen akhir diseluruh penjuru negeri. Usaha untuk rehabilitasi para pengguna agar tidak relapse, baik yang terjaring oleh kegiatan penegak hukum maupun yang atas kesadaran sendiri dan atas dorongan keluarga, terkendala oleh sistem penegakan hukum yang tidak bersih dan sistem rehabilitasi di BNN serta dukungan dan perhatian masyarakat luas belum mampu mendorong para korban (pengguna/residen) untuk bertahan dari godaan untuk relapse kembali. | 136-144 |
Menggapai Akuntabilitas Kinerja Polri melalui Penguatan Kepercayaan Internal | Kinerja posistif Polri tidak hanya dipandang masyarakat dalam perspektif pelaksanaan ketentuan hukum. Namun, akuntabilitas kinerja yang diharapkan dan dituntut masyarakat juga mensyaratkan standar pelayanan kepada masyarakat didasarkan prosedur penetapan dan pelaksanaan kebijakan dengan mempertimbangkan masalah moralitas, etika dan kepastian hukum secara berimbang, proporsional dan profesional. Penguatan kepercayaan internal merupakan hal yang penting untuk membangun dan mewujudkan akuntabilitas kinerja. Kepercayaan akan menumbuhkan, mendorong dan memelihara hasrat dan upaya seseorang untuk melakukan pekerjaan dengan baik. | 145-150 |
Perubahan Mind Set & Culture Set Lewat Pelatihan NAC menuju Perubahan Perilaku dan Peningkatan Kinerja Polri | Tuntutan dan harapan masyarakat terhadap pelayanan Polri semakin meningkatan sejalan dengan meningkatnya kesadaran hukum dan hak-hak sebagai warga Negara. Sehingga Polri harus berbenah diri dalam membangun upaya peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Seperti halnya manusia pada umumnya, anggota Polri bekerja untuk memenuhi kebutuhan dan ingin mendapatkan kepuasan dari hasil pekerjaannya. Kebutuhan meliputi kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan kenyamanan, kebutuhan sosial, harga diri, dan aktualisasi diri. Faktor-faktor ini akan mempengaruhi perubahan mind set dan culture set anggota. Proses perubahan melalui reformasi Polri meliputi perubahan pada aspek struktural, instrumental dan kultural dilakukan lewat bebagai upaya termasuk lewat pelatihan NAC Polri dalam rangka perubahan perilaku serta peningkatan kinerja Polri. | 151-156 |
Konseling Gangguan Akibat Trauma | Trauma sebagai ikutan pada beberapa orang yang mengalami peristiwa yang meninggalkan kesan buruk yang tidak mampu dilupakan atau dikesampingkan, dan mempengaruhi kondisi Psikologis dan pisik, sangat memerlukan kehati-hatian profesional dalam penanganannya. Penanganan yang sembarangan akan berkemungkinan besar memperburuk kondisi penderita (klien). Pada penderita dapat pula dijumpai sikap agresif, kekerasan, kesurakan mengendalikan diri dan tindakan lain yang lebih ekstrim. Penanganan seyogianya diawali disertai dan diakhiri dalam bentuk Konseling. Konseling senantiasa melibatkan argumen-argumen yang mengarah untuk membuat tawar kepedihan dan penderitaan serta rasa tidak enak lainnya, yang harus memperhatikan kondisi khas kasus per kasus pada setiap klien. | 157-161 |