Judul | Abstract | Halaman |
---|
Penanganan Masalah Sosial dan Masalah Kepolisian | Kepolisian di semua negara sebenarnya unik, tidak ada yang sama, karena perbedaan sejarah, sistim ketatanegaraan, geografi, demografi, dan lain-lain. Yang dapat dianggap sama, sehingga dapat dipelajari antara Negara adalah Ilmu Administrasi Kepolisian, teknik dan taktik pemolisian, seperti teknik dan taktik kriminil, teknik dan taktik polisi lalu lintas, pengendalian huru-hara dan teknologi kepolisian. | 11-14 |
Membangun Karakter Bangsa Melalui Fungsi Kepolisian Proaktif dari Perspektif Ilmu Kepolisian | Hakekat keberadaan Ilmu Kepolisian secara aksiologis sejatinya untuk membangun karakter bangsa, melalui serangkaian fungsi kepolisian proaktif guna mewujudkan keteraturan sosial, tat tentrem kerta raharja, yang tercermin dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lainnya, dan manusia dengan lingkungan sebagai konsep filsafat kemanusian nilai-nilai Pancasila. Sesungguhnya, implementasi fungsi kepolisian proaktif merupakan aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam membangun karakter bangsa guna menjaga kualitas hidup manusia (the guardian to enhance quality of life), menjaga kemanusiaan (the guardian to humanity), dan menjaga tetap lestarinya peradaban umat manusia (the guardian to civilization). | 15-22 |
Konstelasi Geopolitik Internasional: Peran Polri dan Momok ISIS | Konsolidasi Demokrasi di Indonesia terus berlangsung. Untuk pertama kalinya tahun 2015 Indonesia mengadakan Pemilihan Kepala Daerah secara serentak dan akan dilanjutkan tahun 2017 dan 2019. Berkat peran Polri menjaga kemanan di berbagai daerah, pelaksanaan Pilkada berlangsung lancar dan aman. Berlangsungnya perubahan Geopolitik telah melahirkan organisasi terorisme internasional, ISIS yang mengancam kemanan dunia. Konsekuensinya menambah beban Polri hingga diprediksi lebih dari satu dekade kedepan. Polri dalam percaturan global dapat memainkan peran penting guna mengantisipasi masuknya faham radikal ke Indonesia. Di banyak negara, Polisi bertugas untuk menjamin dan menegakkan keamanan dan ketertiban dalam negeri. Oleh karena itu, tantangan dan tugas Polri dari waktu ke waktu dan dari jaman ke jaman akan terus mengalami perubahan, karena ada perbedaan ancaman yang berasal dari berbagai pihak, atau dari hasil konflik kepentingan, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Sehingga diperlukan profesionalisme dalam perannya di negara demokratis. | 23-32 |
Pembacaan Konflik dari Aras Negara (sebuah pendekatan epistemologi-marxian) | Masyarakat modern (baca: kapitalisme) dengan kehadiran negara, mengalami blunder dalam mangendalikan konflik dan potensi konflik. Betapa tidak, secara subtantif kehadiran negara sendiri tidak bisa mengambil jarak dengan kelas sosial. Jadi, negara mengalami persoalan didalam dirinya sendiri, ia tidak mampu menghindar dari kontradiksi internal. Refleksi terhadap negara dengan kerangka semacam ini dipenghujung tahun 2015 melalui gonjang-ganjing saham Freeport menjadi menemukan relefansi. | 33-37 |
Grand Strategi Polri di Era Pilkada Serempak | Secara prosedural Pilkada Serentak (atau serempak) tahgap pertama telah berlangsung dengan lancar pada tanggal 9 Desember 2015 lalu. Keberhasilan penyelengaraan pesta demokrasi di tingkat lokal tersebut tidak bisa terlepas dari peran Polri yang berhasil menempatkan diri untuk memfasiulitasi pengamanan. Kendati kontes politik ini bukan satu-satunya tujuan kita dalam bernegara, namun, proses bernegara yang menghargai nilai-nilai demokratis akan menjadi titik tolak penilaian kita terhadap keberadaban kita di dalam melihat pergiliran kekuasaan. Semakin kompetitif dan damai sebuah proses pilkada, kian demokratislah masyarakatnya. Polri dengan Grand Strategi yang terbagi dalam tiga tahapan, telah mampu membangun semangat kemitraan (Partnership Building), membangkitkan kepercayaan (Trust Building) serta mengutamakan keunggulan (Strive for Excellence). Kini yang menjadi masalah baru, mampukah Polri kembali menjaga hasil Pilkada dengan peran memelihara Kamtibmas dalam penyelenggaraan pemerintahan di tingkat lokal. | 38-45 |
Dramaturgi Pesta Demokrasi Pilkada Langsung Serentak | Pilkada serentak adalah sebuah prestasi besar dalam sejarah politik lokal di Indonesia. Pelaksanaannya yang nyaris tanpa letupan dan gesekan besar sosial ditunjukkan dengan bagaimana masyarakat berkehidupan memilih dan bijak dalam menentukkan pilihan politik mereka. Tulisan ini adalah sebuah renungan atas pelaksanaan Pilkada dan kemungkinan gesekan yang akan ada di masyarakat dalam Pilkada langsung serentak yang akan datang. Dari tulisan yang berangkat dari kajian perspektif komunikasi dengan menggunakan satu teori besar, yakni; konsepsi Dramaturgis dari Erving Goffman dan Kenneth Burke juga ranah publik. Konsepsi teoritik ini menunjukkan, bahwa berpolitik haruslah seimbang, netraldan bisa memuaskan semua pihak. Di sini akan dilihat bagaimana anggapan para pemilih (voter) dalam melihat Pilkada langsung dan serentak. Dari tulisan ini ingin menunjukkan, bahwa Pilkada serentak kerap dilihat sebagai ajang kerian politik layaknya pernikahan. Ketidaksiapan pelaksanaan sangat kentara dengan banyak pemilih (voter) sehingga menjadi Golput (Golongan Putih). Kekecewaan dari sentimen pribadi tersebut merupakan percikan awal yang dalam pelaksanaan Pilkada langsung selanjutnya. Kekecewaan itu akan menjadi potensi gesekan di masyarakat dan bisa menjadi sebuah konflik besar atas kekecewaan yang lebih besar lagi yakni Negara dalam konteks pesta demokrasi nasional. | 46-55 |
Polisi, Politik, dan Pengamanan Pilkada | Di negara Indonesia, secara struktual dalam organisasi kepolisian melekat dua kekuasaan. Pertama, kekuasaan di bidang hukum, kedua kekuasaan di bidang pemerintahan. Kedua kekuasaan itu melahirkan tiga fungsi kepolisian, yaitu sebagai penegak hukum diperoleh dari kekuasaan bidang hukum; penjaga keamanan; dan pelayanan masyarakat termasuk penjaga ketertiban umum. Kedua fungsi terakhir diperoleh dari kekuasaan di bidang pemerintahan. Kedua kekuasaan di sini tentu mengacu kepada undang-undang. Sampai di sini sesungguhnya tidak ada masalah serius bagi polisi, persoalan akan muncul ketika masyarakat menuntut polisi agar menjadi wasit yang adil dalam menjalankan tugasnya, sedangkan kebijakan politik mempengaruhinya untuk menjaga kekuasaan karena suatu kebijakan yang diambil dimungkinkan tidak diterima oleh masyarakat. Di sini polisi diuji netralitasnya, akan mengbaikan tujuan mencapai moral kolektif atau mendukung kebijakan politik. | 56-60 |
Asta Siap: Implementasi Polmas sebagai Pola Pengamanan Pilkada Serentak dan Masalah Kontijensi | Polri selaku alat negara pemelihara kamtibmas dan penegak hukum memiliki kewajiban mengawal pelaksanaan Pemilikada agar berlangsung aman dan demokratis dengan melakukan pengamanan dan penegakan hukum tindak pidana, baik tindak pidana Pemilukada maupun tindak pidana umum. Untuk menjamin kondisi tersebut, Polri dengan kewenangan melakukan tindakan polisional berupa tindakan preemtif, preventif dan penegakan hukum yang diwujudkan dalam bentuk pelayanan pengamanan dan penyidikan tindak pidana Pemilukada dan tindak pidana lain di luar tindak pidana Pemilukada. Pemolisian berbasis dampak masalah merupakan model pemolisian untuk menangani berbagai dampak masalah yang sebenarnya bukan bagian dari urusan kepolisian secara langsung. Dalam rangka mengawal Pilkada, pemolisian berbasis dampak masalah dapat dikedepankan, karena Hakekat dari model pemolisian berbasis dampak masalah adalah community policing/Polmas. Implementasi pemolisian berbasis dampak masalah adalah pola untuk membangun kemitraan, keterpaduan, bersinergi antar pemangku kepentingan ataupun antara satuan fungsi untuk mencari akar masalah dan menemukan solusi-solusi yang tepat dan dapat diterima semua pihak. | 61-69 |
Konstruksi Realitas Pelaksanaan Pilkada 2015 di Media On Line (Studi kasus: Pemberitaan Pasangan Airin - Beyamin dalam Pilkada Tangerang Selatan pada Media Detik.com) | Perubahan baru dalam pemilihan pemimpin terjadi pada tahun 2015. Dimana seorang pemimpin kepala daerah di sebagian besar wilayah Indonesia dilakukan secara serentak. Publik juga sering kali menunggu hasil hitung cepat (Quick Count) dari calon yang diusung. Walaupun pada kenyataannya hasil tetap berada dibawah wewenang KPUD wilayahnya. Makalah ini berusaha menganalisis scara framing dengan menggunakan parameter menurut V.Sigal dari pemberitaan pasangan Airin-Beyamin yang merupakan calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang Selatan tahun 2015. Media massa merupakan pihak yang seharusnya memiliki sikap netral. Namun dewasa ini sudah tidak asing lagi jika pemberitaan yang ada di media mengandung suatu unsur kepentingan masing-masing. Seperti pada pemberitaan mengenai pasangan Airin Benyamin dalam Pilkada Tangerang Selatan tahun 2015, penulis ingin memetakan dimana posisi media online Detik.com dalam publikasi permasalahan tersebut. Dalam hal ini penulis menggunakan media online dikarenakan di era digital sekarang penuh persaingan yang tak dibatasi jarak. Dengan metode Analisis framing dan analisis isi media massa dengan parameter V.Sigal ini penulis menyimpulkan bahwa pada pemberitaan pasangan Airin-Benyamin, pada Pilkada Tangerang Selatan tahun 2015, cenderung pihak Detik.com sebagai media online yang tidak berpihak terhadap pasangan nomor urut 3 tersebut. | 70-81 |
Pendekatan Multidispliner terhadap Dinamika Lingkungan Organisasi POLRI: Suatu Upaya Inisiasi Disiplin Ilmu Kepolisian | Dengan adanya dinamika dan kompleksitas lingkungan organisasi Polri, tulisan tujuan dari tulisan adalah mengajukan suatu proposisi tulisan ini mengajukan proposi bahwa sistematisir dinamika lingkungan organisasi yang bersifat kompleks dan multidemensional dapat mendukung efektivitas organisasi Polri. Ilmu pengetahuan sosial merupakan cara yang sistematis dan menyeluruh untuk memahami dinamika lingkungan organisasi Polri yang bersifat kompleks dan multidemensional. Untuk mendukung proposisi tersebut tulisan ini terdiri dari tiga bagian. Pertama menyajikan dinamika dan kompleksitas lingkungan organisasi Polri. Bagian kedua menyajikan norma-norma ilmu sosial yang dapat dijadikan dasar bagi inisiasi ilmu kepolisian. Bagian ketiga mengsynthesakan dinamkai dan kompleksitas lingkungan organisasi Polri dengan norma-norma ilmu-ilmu sosial. Berdasarkan pada hasil synthesa tersebut tulisan ini mengusulkan pendekatan multisipliner terhadap inisiasi ilmu kepolisian yang dikelompokan menjadi dua kelompok. Kelompok disiplin ilmu-ilmu sosial yang menganalisis masalah eksternal organisasi Polri yang meliputi disiplin Kriminologi, Politik, Sosiologi, dan Antrophologi. Kelompok disiplin ilmu sosial yang menganalisis internal organisasi Polri meliputi Perilaku Organisasi, Manajemen, dan Psikologi. | 82-94 |
Dimensi Budaya Hukum dalam Pemberantasan Korupsi | Profesi penegak hukum seperti: Advokat (pengacara), Jaksa, Hakim, dan Polisi adalah profesi yang termasuk officium nobile. Dalam khasanah penegakan hukum di Indonesia sudah selayaknya bila dimasukkan tambahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada profesi mulia diatas. Karena telah diundangkan Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang salah satu ketentuan di dalamnya menyebutkan bahwa fungsi dan tanggung jawabnya adalah melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan kasus korupsi. Kenyataannya, semua profesi hukum diatas memiliki latar belakang budaya yang berbeda antara yang satu dengan lainnya. Budaya kerja advokat, polisi, jaksa, hakim maupun KPK, tentu tidak serupa Keberagaman ini telah mengakibatkan masing-masing pihak memiliki paradigma sendiri dalam menyikapi pemberantasan tindak pidana korupsi. | 95-103 |
Membangun Birokrasi Pelayanan Polri yang Demokratis | Pembangunan birokrasi dalam konteks reformasi birokrasi, sejatinya adalah proses metamorfosis birokrasi pelayanan untuk menjadi birokrasi pelayanan yang lebih responsif terhadap upaya perbaikan kinerja pelayanan publik. Polri sebagai bagian dari sistem birokrasi pemerintahan, tentunya juga harus demikian. Membangun birokrasi pelayanannya dengan mau membuka diri dan memberi ruang publik (publik sphere) untuk mendapatkan kritik dan saran terkait pembangunan birokrasi pelayanannya, sebagai upaya pengembangan sistem pelayanan publik Polri yang dapat memihak pada nilai-nilai publik atau demokrasi. Membangun birokrasi pelayanan publik Polri yang berorientasi pada nilai-nilai publik, secara teoritis dapat diwujudkan melalui adopsi prinsip-prinsip paradigma new public service (NPS) yang dikembang Denhardt & Denhardt. Dalam perspektif NPS, dasar-dasar teoritis yang digunakan membangun birokrasi pelayanan berkaitan dengan teori-teori demokrasi berbagai pendekatan yang positivistik, intepretatif dan juga kritis. Pelayanan Publik dikembangkan berdasarkan upaya untuk memenuhi dan mengakomodasi nilai-nilai kebutuhan dan kepentingan publik yang didefinisikan melalui proses dialog publik yang rasional dengan pertimbangan politik, ekonomi maupun organisasional. | 104-111 |
Pola Pandang terhadap Dugaan Gratifikasi | Gratifikasi bagi banyak pihak dianggap sebagai pintu masuk terjadinya kecurangan dan korupsi. Pemahaman gratifikasi sendiri bagi kebanyakan orang di Indonesia masih tidak jelas, masih ada yang menganggapnya hadiah, sesuatu yang halal, atau bahkan sebuah budaya yang sudah mengakar di Indonesia. Landasan kebatinan dirumuskannya aturan mengenai gratifikasi yang terindikasi suap adalah guna mencegah budaya gratifikasi menjadi pintu masuk dari tindakan korupsi yang lebih buruk, seperti penyalahgunaan wewenang, suap menyuap dan lain-lain. Gratifikasi dan delik tindak pidana gratifikasi merupakan sebuah hal yang berbeda. Untuk mengetahui perbedaan tersebut diperlukan pemahaman yang lebih mendalam mengenai aturan perundang-undangan terkait dengan delik gratifikasi. | 112-118 |
Psikologi Kriminal dan Aplikasinya dalam Konteks Kinerja Kepolisian | Psikologi kriminal merupakan cabang dari ilmu psikologi yang mempelajari mengenai aspek-aspek psikologis dari sebuah atau beberapa perilaku kejahatan. Walau belum banyak yang mempelajari kajian ilmu ini lebih mendalam, namun banyak manfaat yang mampu dikontribusikan melalui kajian ilmu ini khususnya para perwira polisi dalam pekerjaannya di lapangan. Psikologi kriminal berperan sebagai pegangan dasar ilmu psikologi yang penerapannya dilakukan di dunia kejahatan. Kajian ilmu ini dapat dianggap sebagai pengetahuan baru namun sebenarnya kajian ini sudah lama keberadaannya dalam kejuruan ilmu psikologi. Dengan mempelajari dasar dari kajian ilmu ini mampu memberikan masukan positif dalam mendukung giat penyidikan dan sidik Polri. | 119-122 |