Jurnal Ilmu Kepolisian Edisi 085, April-Juni 2016 | Perpustakaan Universitas Bhayangakara Jakarta Raya
Advanced SearchJurnal Ilmu Kepolisian Edisi 085, April-Juni 2016
Informasi Detil
Volume |
Edisi 085, April-Juni 2016
|
---|---|
Penerbit | Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian : jakarta., 2016 |
ISSN |
0216-2563
|
Subyek |
Artikel Jurnal
Judul | Abstract | Halaman |
---|---|---|
"Keamanan" dan Tanggungjawab Ilmu Pengetahuan | Hampir berlaku pada semua term, "keamanan" juga bisa ditarik dalam pemaknaan yang meluas, bisa pula menyempit. Yang menarik adalah mengapa ia ditarik meluas, atau mengapa disempitkan? Adakah kebenaran yang bersifat koheren pada dua jenis konstruksi pengetian/definisi meluas-menyempit itu? Tidak ada entitas sosial lain selain intelektual (disini disepadankan dengan akademisi) yang berurusan dan akrab dengan ikhwal kebenaran koheran itu, lantas dimana posisinya dalam pergulatan definisi keamanan yang meluas dan menyempit itu? Tulisan pendek ini mencoba menjamah sejumlah pertanyaan itu. | 13-20 |
Peran Polri dalam Menghadapi Perang Asimetris | Makalah ini memberikan gambaran tentang pelaksanaan fungsi Kepolisian oleh Polri dalam mewujudkan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) dalam rangka terwujudnya Keamanan Dalam Negeri (Kamdagri), utamanya bagaimana hakekat penyelenggaraan fungsi Kepolisian sebagai bagian dari upaya mewujudkan Ketahanan Nasional yang merupakan aktualisasi nilai-nilai Pancasila Sila guna menghadapi peperangan asimetris. Fungsi Kepolisian sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, penganyoma, dan pelayanan kepada masyarakat (Undang-Undang No.2 tahun 2002), dituntut untuk mampu mewujudkan Ketahanan Nasional. Kondisi dinamis bangsa dengan segala permasalahan social didalamnya (termasuk kemungkinan perang asimetris), hanya dapat dihadapi melalui model pendekatan pemolisian proaktif (Proactive Policing) yang dilandasi ilmu kepolisian dan pentingnya revitalisasi nilai-nilai Panca Sila dalam membangun karakter bangsa, serta perlunya kerjasama berbagai stakeholders dalam mewujudkan ketahanan nasional. | 21-35 |
Membangun Karakter Bangsa Melalui Revitalisasi NIlai-Nilai Pancasila dalam Fungsi Kepolisian Proaktif dari Perspektif Ilmu Kepolisian | Membangun karakter bangsa (nation character building) telah menjadi perhatian para pemimpin negeri ini. Sejarah perjalanan bangsa Indonesia menunjukkan telah terjadi pasang surut dalam pemahaman, pemaknaan dan pengalaman nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Berkarakter kuat adalah perseorangan, masyarakat, dan bangsa yang memiliki akhlak, moral, dan budi pekerti yang baik. Melakukan revitalisasi nilai-nilai Pancasila artinya proses menggiatkan dan menumbuhkembangkan kembali pemahaman dan pengalaman nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa (way of life), dan ideologi nasional, sebagai sebuah syarat yang sangat penting dan utama dalam menentukan keberadaan dan keberlanjutan bangsa Indonesia. Ilmu kepolisian melalui fungsi kepolisian yang proaktif secara hakiki bertujuan untuk mewujudkan keteraturan sosial yang merupakan konsep dari Pembangunan karakter bangsa. | 36-45 |
Menilik RUU Keamanan Nasional; Posisi Polri dalam Perspektif Internasional | Tidak terbayangkan demokrasi tanpa keaman akan menjelma menjadi anarki, terror, dan chaos. Demokrasi dan Kebebasan terkait erat dengan Keamanan. Tanpa sebuah konsep Keamanan yang dinamis berdasarkan perkembangan politik, ekonomi, sosial dan lingkungan hidup, Demokrasi dan Kebebasan akan kehilangan arah. Ia tergerus oleh kekuatan-kekuatan yang bertujuan menihilkannya, baik itu kekuatan politik maupun kekuatan ekonomi serta faktor eksternal global. Konsekuensi logis adalah Konsep Keamanan Nasional Indonesia dengan demikian harus memperhitungkan semakin meningkatnya interdependensi dan keterbukaan hubungan dan pergaulan antar negara. JIka kita tidak secara komprehensif mengembangkan konsep Keamanan Nasional yang baru, akan ada celah munculnya prasangka bahkan tuduhan terjadinya setback, yang dapat menghilangkan kebebasan warga dan menggerogoti Demokrasi. Oleh karenanya, tinjauan kritis terhadap RUU Keamanan Nasional mendesak untuk ditelaah ulang. Posisi sentral Polri dan TNI harus tetap terpelihara sehingga menghasilkan sinergisitas bagi kepentingan Negara dan Bangsa menghadapi ancaman dantan tangan Global. Studi ini bermaksud memberikan perspektif dan perbandingan objektif di beberapa Negara yang dapat menjadi referensi yang relavan dengan perkembangan zaman. | 46-55 |
Pemahaman Tentang "Keamanan Nasional" | Akhir-akhir ini diskursus tentang masalah Keamanan Nasional (Kamnas) hangat dibahas, setelah bertahun-tahun didiskusikan pada berbagai forum, sejak dan sebagai konsekuensi pemisahan TNI-Polri. Isu-isu terkait, seperti perbantuan TNI, intelijen dan rahasia negara dan peradilan umum bagi meiliter, juga timbul tenggelam di antara berita-berita media massa, mengindikasikan bahwa bangsa kita masih dalam proses mencari bentuk mengenai peran militer yang tepat dalam kehidupann demokratis yang baru dibangun. Terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Kamnas, isu yang masih diperdebatkan adalah mengenai pengertian dan ruang lingkup Kamnas. | 56-60 |
Pelayanan Sektor Keamanan oleh Negara : Konteks Kepolisian | Membahas pelayanan sektor keamanan oleh negara, tentu tidak akan bisa keluar dari konteks pembahasan mengenai posisi dan peran negara. Kehadiran negara menjadi sangat penting ketika warga negaranya merasa memang dalam kehidupannya sehari-hari merasa dilindungi dan diayomi. Prinsip kewajiban kehadiran negara yang menjadi ukuran peran negara dalam menunjukkan betapa signifikannya indikator keamanan dalam proses berjalannya sistem pemerintahan yang normal. Sektor keamanan dalam konsep tata pemerintahan yang baik, besar kemungkinan akan mampu pula mempertahankan situasi stabil yang kondusif bagi perpolitikan, perekonomian dan kehidupan sosial pada umumnya. Untuk itu diperlukan lembaga yang dapat menjaga dan memberikan jaminan bagi masyarakat untuk dapat beraktivitas dalam keseharian dengan wajar dan beradab, lembaga tersebut adalah kepolisian. | 61-74 |
Keamanan dan Rasa Aman: Pekerjaan Rumah Polri yang Tak Pernah Rampung | Sebagai alat Negara yang paling bertanggung jawab dalam masalah keamanan, Polri harus lebih tanggap dan konkrit di dalam mengambil tindakan terhadap setiap elemen dan actor yang mengganggu keamanan, secara adil, konsisten dan bertanggungjawab. Namun, sampai sekarang kita masih menyaksikan berbagai pelanggaran hukum dan gangguan keamanan yang dengan mudah muncul dalam masyarakat. Atas nama hak azasi manusia dan demokrasi, berbagai bentuk konflik komunal, dewasa ini, tidak dengan mudah dapat diselesaikan. Kondisi ini tentu tidak boleh dibiarkan berlarut-larut tanpa ada kebijakan yang efektif. Sebagai penyelenggara Negara, pemerintah mesti membuat terobosan agar kepercayaan publik terhadap aparat dan hukum dapat dipulihkan. Keamanan telah menjadi barang public (Public Goods) dan harapan publik makin tinggi terhadap jaminannya. Mewujudkan hal ini merupakan pekerjaan rumah Polrin yang tak pernah rampung. | 75-82 |
Tinjauan Operasi Militer Selain Perang dalam Perkembangan Hubungan Sipil Militer | Hubungan sipil militer di Indonesia mengalami perkembangan yang luar biasa sejak reformasi. Beberapa agenda dalam hubungan tersebut dapat diidentifikasi melalui rencana pembentukan komponen cadangan, pengaturan industri pertahanan, penyelenggaraan bela negara, operasi militer selain perang (OMPS) yang terlihat dalam penanganan konflik sosial (PKS), dan penyelenggaraan bela negara yang baru berlangsung sejak dua tahun terakhir. Beberapa agenda merupakan pengejawantahan dari tafsir atas UUD 45 tentang kewajiban rakyat turut serta dalam membela negara, tetapi agenda OMPS tidak luput dari kritik. Melalui tulisan ini, penulis mengetengahkan tinjauan lebih mendalam atas praktik OMPS melalui penggalian referensi yang relavan dengan hubungan sipil militer dan politik militer. | 83-93 |
Memahami konsep RUU Kamnas dari UUD 1945 | Memahami Pasal 30 UUD 1945 dan RUU kamnas, harus melihat dua konteks yang berbeda dalam memandang keamanan. Meskipun RUU Kamnas melihat dari pasal 30 UUD 1945, namun ada dua esensi yang berbeda tentang keamanan dalam Pasal 30 UUD 1945 tersebut yaitu keamanan Negara dan keamanan masyarakat atau isi dari negara. Masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah bagaimana pemahaman tentang konsep keamanan Nasional dari UUD 1945 | 94-102 |
Pseudo Wilayah Abu-abu Keamanan dan Pertahanan | Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan bagian dari eksekutif negara (dibawah Presiden selaku kepada negara), bagian dari Legislatif negara (menurut Satjipto Rahardjo Polisi adalah hukum yang hidup dan memiliki kewenangan diskresi), bagian dari yudukatif negara (Criminal Justice System). Ketika militer membantu Polri dalam status BKO, maka tidak ada wilayah abu-abu, karena militer harus mematuhi Standart Operation Procedure tugas Kepolisian. Tetapi ketika militer bergerak dengan penilaian sendiri dengan alas Operasi Militer Selain Perang (OMPS) maka operasi tersebut adalah operasi abu-abu tetapi bukan wilayah tugas abu-abu. Tulisan ini mencoba untuk membahas wilayah abu-abu keamanan dan pertahanan yang mengemuka pasca reformasi dan dalam pembahasan RUU Keamanan Nasional. | 103-115 |
Indeks Keamanan: Perspektif Ilmu Kepolisian | Tulisan ini berupaya menunjukkan indeks keamanan dari perspektif ilmu kepolisian. Keamanan merupakan suatu benang merah dalam ilmu kepolisian untuk mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial. Indeks dibuat sebagai sistem untuk memotret, melihat dan memperlakukan sesuatu dengan berbagai pendekatan yang dijabarkan dalam aspek-aspek, indikator-indikator atas sesuatu/gejala fakta sehingga dapat menjelaskan tingkat keakurasiannya. Indikator keamanan disusun dengan mendasari konsep demokrasi yang berarti keamanan dan didukung adanya rasa aman yang berkaitan dengan produktivitas. Makna produktivitas dikaitkan dengan kehidupan social society maupun political society. Keamanan dan rasa aman menjadi dasar untuk penigkatan kualitas keselamatan. Penyelesaian masalah kemanan dan rasa aman bukan untuk/dengan kekuasaan, penguasaan namun diawali dengan menemukan dan memahami akar masalah yang dapat terekam dalam indeks keamanan yang dapat menjadi early warning system. | 116-127 |
Urgensi Undang-Undang tentang Keamanan Nasional dalam Mengatasi Permasalahan Keamanan pada Level Tertentu di Indonesia | Perubahan lingkungan strategis di tingkat global secara perlahan namun pasti telah berdampak pada timbulnya pergeseran konsep keamanan secara luas. Konsep keamanan telah berkembang menjadi sebuah konsep yang lebih komplek dan multidimensional, serta mencakup bukan lagi hanya dimensi pertahanan terhadap ancamandari luar maupun dalam negeri namun juga dimensi keamanan manusia. Kondisi inilah yang pada tahap berikutnya memunculkan adanya wacana pengaturan keamanan dalam suatu kerangka regulasi tersendiri. | 128-134 |
Komunikasi Sosial dalam Konstelansi Keamanan Nasional Tataran Global (Analisis Framing Literatur Ajar Mata Kuliah Komunikasi Sosial) | Eksistensi komunikasi sosial sebagai kajian mata kuliah apakah penting dalam tatanan konstelasi politik dunia? Pertanyaan ini memunculkan perdebatan panjang di kalangan ahli komunikasi terutama dalam forum-forum internasional dan lokal yang ada di laman-laman dan sosial media jejaring internet. Pemahaman keliru dan menyimpang akan arti sebenarnya komunikasi sosial terbentuk karena anggapan dan penafsiran masing-masing orang. Tulisan ini ingin membongkar dan memaknai arti sebenarnya tujuan dan maksud dari komunikasi sosial oleh si pemrakarsa yang dalam hal ini adalah Presiden Soeharto yang kemudian dikembangkan pada sisi akademis oleh Astrid. S. Susanto melalui literatur bahan ajar yang dibuat era 1980-an. Pisau analisis teoritik tulisan adalah analisis isi khusus framing dan juga kelompok atau komunitas (community), Analisis framing menggunakan model Gamson and Modigliani dengan menkaji literatur isu-isu komunikasi sosial, seperti; buku Komunikasi Sosial (Bina Cipta, 1985), GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara, 1978), dan Tap MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat, 1978) dengan bingkai utama (core frame) keamanan nasional. Temuan menyebutkan, bahwa Komunikasi Sosial dibuat oleh Negara dalam keperluan kegalauan atas permasalahan sosial akibat komunikasi menjelang era keterbukaan informasi. Isu integrasi dan kesatuan sosial menjadi bahasan penting karena memang dua hal inilah yang tergerus dengan adanya komunikasi konteks global. Dari sinilah perlu penekanan kesadaran dua hal ini pada perangkat dan aparatur penyelenggara Negara terutama Polisi sebagai pengemban keamanan dan stabilitas dalam negeri. | 135-148 |
Misnomer dalam Nomenklatur dan Penalaran Keamanan Nasional | Luasnya cukupan ruang lingkup Keamanan Nasional disebabkan oleh penggunaan istilah yang tidak tepat yang disandingkan dengan konsep yang tidak sesuai dengan nomenklatur yang digunakan. Penggunaan istilah Keamanan Nasional yang dikonstruksikan sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh mencakup pertahanan negara (defence), keamanan dalam negeri (internal security), keamanan publik (publik security), dan keamanan insani (human security), ruang lingkup Keamanan Nasional yang meliputi seluruh aspek kehidupan bernegara telah membentuk istilah ini seolah-olah menjadi second constitution. Dampak dari kekeliruan konsep dan definisi Keamanan Nasional berpotensi menyebabkan chaos peraturan yang akan berdampak pada operasionalisasi kebijakan di bidang keamanan, baik secara substansi maupun legitimasi para aktor keamanan. | 149-160 |
Penanggulangan Radikalisme dan Terorisme Melalui Pemolisian Masyarakat | Radikalisme dan terorisme masih dan akan terus menjadi ancaman yang serius terhadap stabilitas keamanan di Indonesia. Teror bom dan teror bersenjata yang terjadi di jalan Thamrin beberapa waktu yang lalu, dan rentetan penangkapan terhadap tersangka pelaku teror bom dan teror bersenjata oleh Densus 88 Polri, mengindikasikan bahwa akar-akar terorisme masih tumbuh subur dalam lingkungan masyarakat. Hal ini, tentunya membutuhkan perhatian yang serius dari pemerintahan dan semua elemen masyarakat, untuk menanggulanginya. Untuk itu perlu dikembangkan metode-metode penanggulangan yang berorientasi pada akar masalah. Polmas melalui Perkap Kapolri No.3 tahun 2015, menghadirkan pendekatan penyelesaian akar masalah dimana masyarakat ditempatkan sebagai pelaku utama. Masyarakat diberdayakan sebagai subjek dalam upaya-upaya penangkalan, Pencegahan dan penanggulangan ancaman dan gangguaun Kamtibmas. Oleh karena itu, penanggulangan radikalisme dan terorisme yang berorientasi pada akar masalah dapat dilakukan melalui pendekatan Polmas. | 161-167 |
Manajemen di Tubuh Polri dan Trust Building | Ilmu Administrasi dan Manajemen ternyata berkembang dari semula hanya melihat dari sisi kegiatan yang harus dilakukan oleh suatu organisasi, berubah sudut pandang dari aspek kemanusian atau humaniora, dalam arti memandang organisasi dari aspek psikologi pelaksana kegiatan di dalam oeganisasi. Saat ini, pembahasan Ilmu Administrasi dan Manajemen sudah melingkupi kedua aspek tersebut, yaitu aspek kegiatan dan aspek psikologi dari pelaksana kegiatan serta penerapan kedua aspek tersebut di dalam berorganisasi. Tujuan dari organisasi Polri ternyata sangat kompleks seperti hanya organisasi lain, selain tugas yang diamanatkan oleh UU Kepolisian kepada Polri, Polri juga merupakan bagian dari Administrasi Negara sehingga tujuan organisasi Polri terpengaruh, bahkan harus sesuai dengan sistem administrasi negara kita yang menganut paham Good and Clean Governance. Salah satu yang ingin diraih oleh Polri yaitu melakukan trust building. | 168-182 |
Permasalahan Krusial dalam RUU KUHP; Upaya Penguatan Fungsi dan Kelembagaan Kepolisian | Upaya pembaharuan hukum pidana nasional melalui produk hukum kodifikasi yang telah berjalan sejak tahun 1964 (terhitung dari Konsep Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KHUP) pertama) sedang memasuki tahapan krusial dengan diajukannya Rancangan Undang-Undang (RUU) KHUP oleh Presiden RI ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada tahun 2015 untuk dilakukan pembahasan bersama, sebelumnya pernah diajukan pada tahun 2012. Beberapa permasalahan yang dipandang krusial dengan kehadiran RUU KHUP adalah terkait legalitas penguatan fungsi dan organ Polri. Selain legalitas tersebut, kehadiran RUU KHUP diharapkan jangan sampai nantinya setelah menjadi UU dapat memperlemah dan mengkerdilkan penegakan hukum pidana yang dilakukan oleh Polri. | 183-198 |
Tinjauan Yuridis terhadap Tindak Pidana Kasus Asusila di Kalijodo | Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Berkaitan dalam asas hukum pidana yaitu Geen straf zonder schuld, actus non facit reum nisi mens sir rea, bahwa tidak dipidana jika tidak ada kesalahan, maka pengertian tindak pidana itu terpisah dengan yang dimaksud pertanggungjawaban tindak pidana. TIndak pidana hanyalah menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan itu dengan suatu pidana. Dalam KUHP, perbuatan yang tergolong melanggar norma kesusilaan disebut sebagai kejahatan terhadap kesusilaan atau delik kesusilaan. Pelanggaran susila dalam pengertian disini adalah suatu tindakan yang melanggar kesusilaan yang jenis dan bentuk-bentuk pelanggaranya juga sanksinya telah diatur dalam KUHP misalnya saja tindak pidana terhadap kasus asusila di Kalijodo. Di dalam ketentuan-ketentuan pidana yang diatur dalam KUHP tersebut dengan sengaja telah dibentuk oleh pembentuk undang-undang dengan maksud untuk memberikan perlindungan bagi orang-orang yang dipandang perlu untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan-tindakan asusila atau ontuchte handelingen dan terhadap perilaku-perilaku. | 199-212 |
Pemolisian Kebangsaan dalam Tantangan Demokrasi Deliberatif dan Ancaman Keamanan Asimetris | Ancaman keamanan dalam negeri pada era global ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh trayek politik global. Gangguan keamanan dalam suatu negara tidak cukup lagi dilihat semata-mata sebagai kriminalitas meupun konflik sosial biasa, namun harus mulai dihubungkan dengan skenario-skenario antar negara. Di mana latar belakang misi penguasaan sumber daya dan politik identitas global semakin nyata relasinya dengan gangguan keamanan dalam suatu negara. Pelemahan ideologi kebangsaan merupakan salah satu aspek yang disasar sebagai bagian dari ancaman keamanan asimetris. Pengembangan Pemolisian Kebangsaan merupakan salah satu pengembangan strategi Pemolisian Masyarakat yang dapat ditawarkan untuk mendalami berbagai gangguan kamtibmas yang bermotif ideologis guna menghindarkan Indonesia menjadi negara gagal sekaligus sebagai bagian dari state-nation building melalui refleksi polisional. | 212-224 |
Hoegeng; Patron Metamorfosis Perilaku Polisi di Indonesia | Setiap organisasi hidup dan berkembang dalam suatu lingkungan tertentu yang bersifat dinamis. Dengan demikian kehidupan suatu organisasi, sebagai sistem terbuka, selalu dipengaruhi oleh lingkungannya. Kenyataannya faktor lingkungan organisasi tidak pernah diam dan selalu berubah dari waktu ke waktu. Apabila organisasi mau mempertahankan eksistensinya, maka ia harus mampu mengikuti arus perubahan lingkungan tersebut. Polri mempunyai tokoh legendaris, yaitu Jenderal Hoegeng. Tokoh ini merupakan aset Polri yang belum pernah digali secara ilmiah guna menemukan model yang dapat dijadikan pedoman dalam merubah perilaku polisi yang dirasakan belum mampu memberikan citra yang sesungguhnya. Sosok Hoegeng menunjukkan potret perilaku ideal polisi Indonesia. | 224-236 |
Pemolisian Masyarakat (Polmas) Era Digital | Pemolisian Masyarakat (Polmas) Era Digital merupakan pengembangan dari konsep Polmas yang sudah ada. Model pengembangannya adalah menitikberatkan kepada media yang digunakan untuk menyampaikan pesan kamtibmas kepada masyarakat. Yang semula dilaksanakan secara manual konvensional kemudian dirubah menjadi cara online dengan memanfaatkan media sosial yang sudah ada. | 236-251 |
Model Pemolisian pada Kawasan Industri | Kawasan idustri merupakan kawasan strategis yang menunjang perkembangan perekonomian yang memberikan keuntungan kepada investor, masyarakat dan pemerintah. Kawasan industri memiliki permasalahan sosial yang berbeda dengan kawasan/lokasi lain karena memiliki karakteristik adanya perpaduan budaya antara masyarakat pendatang dengan masyarakat lokal dan memiliki sumber daya yang berpotensi untuk diperebutkan baik oleh perusahan maupun oleh masyarakat. Model pemolisian pada kawasan industri merupakan konsep yang berupa tindakan kepolisian yang menekankan kemitraan dengan masyarakat dalam upaya menangani masalah sosial yang ada dalam kawasan industri. Masalah sosial yang muncuk berupa gangguan terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat akibat implikasi dari perebutan sumber daya yang ada dalam kawasan industri. | 252-262 |
Pemolisian Wilayah Perbatasan : Saluran Mencegah Penyelundupan Korban Perdagangan Manusia | Ketika sebagian masyarakat belum mendapatkan ruang pekerjaan dan penghidupan yang layak, ada yang memutuskan bermigrasi lintas negara sebagai buruh migran dengan harapan perubahan ekonomi yang lebih baik dari daerah asalnya. Negara hadir untuk menjunjung tinggi prinsip HAM yaitu hak bermigrasi setiap warganya dan hak melindungi migrasi warganya dari kejahatan. Prinsip HAM tersebut menjadi tantangan dan ancaman bagi setiap negara terkait dengan keamanan perbatasan terkait dengan lalu lintas buruh migran. Mengedepankan salah satu hak migran, sementara hak yang lain dikesampingkan berpeluang terjadinya kejahatan lintas negara berupa penyeleundupan korban perdagangan manusia. Pentingnya harmonisasi dalam memberikan saluran hak secara adil dan relevan. Pemolisian wilayah perbatasan sebagai salah satu saluran upaya pencegahan dalam disharmonisasi antara hak bermigrasi dan hak melindungi migran dari kejahatan. | 263-280 |
Peran Polri dalam Penanganan Konflik Agraria di Sektor Perkebunan | Konflik agraria merupakan perebutan sumber daya agraria antara negara, masyarakat dan bisnis. Konflik agararia merupakan konflik yang banyak terjadi di Indonesia dan setiap tahunnya senantiasa meningkat. Konflik agraria dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang mendorong pengembangan perusahaan perkebunan besar dengan memberikan HGU (Hak Guna Usaha) yang bersinggungan dengan tanah adat (ulayat) atau masyarakat lokal. Kekerasan sebagai simbol perlawanan masyarakat terhadap hegemoni negara dan perusahaan muncul ke permukaan dan mendorong timbulnya kekerasan lain oleh negara. Polri dalam konteks konflik agraria masih bersikap reaktif dan terlibat dalam konflik kepentingan yang menyebabkan menurunya legitimasi masyarakat terhadap Polri. Community policing merupakan falsafah yang dapat dikembangkan sebagai resolusi konflik agraria pada sektor agraria. | 281-292 |
Pemolisian di Daerah Perairan | Indonesia merupakan negara yang memiliki karakteristik geogreafis perairan yang lebih luas dibandingkan dengan luas daratan. Setiap masyarakat memiliki kebudayaan sesuai dengan lokasi geografis dimana bermukim. Kejahatan merupakan salah satu bentuk bayang-bayang peradaban masyarakat. Kondisi ini menunjukan bahwa wilayah perairan memiliki kejahatan dengan kekhasan sendiri. Tantangan kejahatan di wilayah perairan belum disikapi oleh Polri karena paradigma pemolisiannya berorientasi daratan. Kondisi ini masyarakat memperlukan pertahatian Polri untuk merumuskan model pemolisian perairan untuk menyikapi harapan masyarakat yang bermukim di lokasi perairan agar memperoleh hak yang sama dalam menerima pelayanan, pengayoman dan pelayanan dari Polri. | 293-300 |
Pemolisian Alternatif Penyelesaian Sengketa Pencemaran Air Limbah Industri | Indonesia terdiri dari wilayah kepulauan memiliki budaya beranekaragam dan sumber daya alam yang melimpah mengundang banyak usaha dibidang Industri penggunaan teknologi dengan pemanfaatan sumber daya alam hal ini sangat mungkin terjadi konflik atau sengketa lingkungan hidup, biasanya sengketa tersebut diselesaikan dengan Penyelesaian sengketa dengan melalui litigasi dan dapat pula melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup sebagai extra judicial system merupakan model Pemolisian Alternatif Penyelesaian Sengketa Pencemaran Air Limbah Industri yang merupakan bagian dari studi Ilmu kepolisian sebagai upaya polisi secara profesional baik ditingkat managemen dan tingkat oprasional baik dengan dan atau tanpa upaya paksa dalam mengelola masalah-malasah sosial guna terujudnya keteraturan sosial dan terpeliharanya fungsi-fungsi ekosistem sehingga terjamin pembangunan berkelanjutan (sustainable depelovment) sebagai bentuk perwujudan konsep dan strategi serta kebijakan dalam penjabaran Visi dan Misi Polri. | 301-312 |
Game "Petualangan Baseta" sebagai Representatif Ilmu Kepolisian dalam Menangani Permasalahan | Pengemudi kendaraan merupakan faktor penyumbang utama dalam hampir semua kecelakaan di jalan raya. Perilaku yang tidak tertib serta mengabaikan peraturan lalu lintas merupakan penyebab terjadinya berbagai permasalahan lalu lintas yang apabila terus dibiarkan akan menimbulkan permasalahan sosial. Untuk mengubah perilaku masyarakat pengguna jalan diperlukan proses edukasi. Dalam rangka mencari format yang sesuai untuk melakukan kegiatan pendidikan masyarakat. Maka Polri mencoba menjawab tantangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendekatan ilmu kepolisian dengan memanfaatkan peran teknologi informasi dalam kegiatan-kegiatan kepolisian yang selanjutnya disebut teknologi informasi kepolisian, serta berupaya menerapkan sistem pembelajaran modern berdasarkan teori belajar konstruktif yang kemudian dikemas ke dalam kegiatan inovasi dikmas lantas dengan membuat aplikasi Game Edukasi Petualangan BASETA. | 313-325 |
Pengaruh Pelatihan Pengendalian Massa terhadap Kompetensi Anggota Dalmas Sat Sabhara dalam Penanganan Aksi Demonstrasi | Profesionalisme kepolisian dapat dilihat, diukur, dan dirasakan secara signifikan hasilnya oleh masyarakat yaitu adanya jaminan keamanan dan rasa aman warga masyarakat dalam melaksanakan aktifitas. Polri sebagai aparat penegak hukum yang banyak menangani permasalahan publik di Indonesia, di tuntut pula untuk dapat mengikuti perkembangan masyarakat yang semakin maju dan kritis. Maraknya aksi demokrasi seringkali dirasakan menggangu ketertiban dan kelancaran kegiatan sosial masyarakat serta sering menimbulkan gangguan keamanan. Polri diberi kewenangan untuk menata keamanan dan ketertiban, agar kepentingan umum yang lebih besar tidak terkorbankan. Untuk dapat mewujudkan harapan dan kepercayaan masyarakat tersebut, di perlukan kompetensi yang baik dari pelaksana atau sumber daya manusianya yaitu personil Polri khususnya anggota Unit Dalmas. Meskipun beberapa ahli menyatakan bahwa kompetensi perilaku sulit untuk dirubah dan dikembangkan, namun kompetensi dapat di ajarkan dan dilatihkan. | 326-342 |
Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Profesionalisme terhadap Task Performance Anggota Satlantas Polres Sleman | Tulisan ini merupakan hasil penelitian tentang pengaruh kecerdasan emosional dan profesionalisme terhadap task performance Anggota Satuan Lalu LIntas Polres Sleman. Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel independen, yaitu kecerdasan emosional dan prefesionalisme. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah task performance. Hasil sebaran data mendukung bahwa pada umumnya anggota Polres Sleman memiliki tingkat persetujuan dan sangat setuju terhadap variabel kecerdasan emosional sebesar 86%, jika dibandingkan dengan tingkat ketidaksetujuan sebesar 11%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh terhadap task performance, terbukti dengan sangat signifikan. | 342-352 |