Buletin Hukum Perbankan Dan Kebanksentralan Volume 8, Nomor 1, Januari 2010 | Perpustakaan Universitas Bhayangakara Jakarta Raya
Advanced SearchBuletin Hukum Perbankan Dan Kebanksentralan Volume 8, Nomor 1, Januari 2010
Informasi Detil
Volume |
Volume 8, Nomor 1, Januari 2010
|
---|---|
Penerbit | Bank Indonesia : jakarta., 2010 |
ISSN |
1693-3265
|
Subyek |
Artikel Jurnal
Judul | Abstract | Halaman |
---|---|---|
Perubahan Peran Penasehat Hukum Internal (In-house Lawyer) dalam Memberikan Kontribusi bagi Organisasi | Dua dekade lalu, penasehat hukum internal (in-house lawyer) yang merupakan sekolompok orang/pegawai dalam perusahaan atau organisasi apapun melakukan fungsi hukum yang dibutuhkan oleh perusahaan atau organisasi tempat dia bekerja untuk menginformasikan kepada perusahaan atau organisasi tentang "isi" (content) dan "penerapan" (application) hukum di tempat perusahaan atau organisasi melakukan kegiatan. Pada masa itu biasanya perusahaan atau organisasi menyesuaikan kegiatannya dengan nasehat yang diterimanya dari in-house lawyer mereka. Saat ini penasehat hukum internal (in-house lawyer) yang berada di satuan kerja hukum (law department) masih melakukan "fungsi tradisional" ini, dan fungsi tersebut masih tetap tidak berubah. Tetapi sementara penasehat hukum internal tetap melaksanakan "peran tradisional" saat ini pula terdapat perubahan dramatis yang dihadapi perusahaan/lembaga tempat mereka bekerja. | 1-18 |
Setelah PERPPU Menjadi UU Perlukah Diamandemen Kembali | Menghadapi krisis yang bermula pada 2006 dipicu oleh kontraksi pasar perumahan di Amerika Serikat, pemerintah mengeluarkan tiga peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang mengatur sektor keuangan. Pertama, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Kedua, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Ketiga, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan. | 19-24 |
Kekayaan Negara yang Dipisahkan dan Lembaga Penjamin Simpanan (Tinjauan UU No. 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan) | Harian Kompas, 2 Pebruari 2010 menyoroti masalah keuangan negara, dengan menilik pada kasus "dana bail out Bank Century". Apakah dana bail out tersebut adalah keuangan negara atau bukan keuangan negara, yang tentu saja akan mengandung implikasi yang berbeda. Bila dana bail out Bank century bukan keuangan negara, maka bail out itu bukanlah urusan publik, tapi privat, bukan ranah hukum pidana melainkan perdata. Lebih lanjut disebutkan bahwa apabila kasus dana bail out Bank Century ini menjadi urusan perdata, bukan pidana, maka kasus cessie Bank Bali di Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan kasus dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) masuk dalam ranah hukum privat juga. Berbagai pendapat yang berbeda dikemukakan baik dari kalangan ahli hukum dan Pejabat Negara mengenai modal Lembaga Penjamin Simpanan (selanjutnya disingkat dengan LPS) dan uang premi yang dibayarkan kepada LPS, apakah masuk dalam kategori keuangan negara atau kekayaan negara yang telah dipisahkan (seperti halnya kekayaan yayasan dalam kasus YPPI, modal PT dalam kasus cessie Bank Bali). Apabila masuk dalam ketegori keuangan negara, akan berimplikasi pada rezim hukum yang akan digunakan sebagai dasar penyelesaian permasalahan hukum yang muncul. | 25-30 |
Kredit Macet: Antara Kerugian Negara atau Kerugian Korporasi | Sejatinya penyaluran kredit atau pembiayaan oleh bank merefleksikan dua hal penting. Pertama, sebagai wujud dari eksistensi bank itu sendiri, yaitu lembaga intermediari yang salah satu esensi utamanya adalah menyalurkan kembali dana masyarakat yang berhasil dihimpunnya, dalam bentuk kredit atau pembiayaan untuk pemenuhan kebutuhan perekonomian. Kedua, penyaluran kredit/pembiayaan tersebut merupakan piranti utama bagi bank untuk memperoleh pendapatannya sekaligus untuk menjaga keberlangsungan hidupnyanya (going concern). | 31-36 |
Akta Otentik dalam Pembuatan Perjanjian Kredit | Para bankir sejatinya sangat menyadari bahwa Akta Otentik merupakan suatu dokumen hukum yang sangat penting bagi bank untuk mengamankan transaksinya. Akta otentik mempunyai daya pembuktian keluar, yang tidak dipunyai oleh akta di bawah tangan. Sedangkan akta di bawah tangan mempunyai kelemahan yang sangat nyata yaitu orang yang tanda tangannya tertera dalam akta di bawah tangan, dapat menginkari keaslian tanda tangan itu, dan bank sebagai pihak yang akan mempergunakan akta tersebut harus membuktikan bahwa memang tanda tangan debitur adalah asli. | 37-42 |
Hukum E-commerce dan Internet : dengan fokus Asia-Pasifik | Penulis berpendapat bahwasanya tidak ada seorang pun yang dapat meramalkan pengaruh potensial di lingkungan sosial-ekonomi umum dan bisnis secara pasti dan akurat tekait dengan kemajuan pesat internet dan perdagangan elektronik (e-commerce) dalam beberapa tahun terakhir ini. Namun, ada sebuah kosensus yang erat dengan hukum yang ada, kebanyakan negara industri (termasuk negara-negara Asia-Pasifik) telah memulai beberapa jenis reformasi hukum untuk menghadapi tantangan baru meskipun ketidakpastian masih terus melingkupi sifat reaksi balik yang muncul dan respon yang mungkin ditujukan kepadanya. | 43-46 |
Perubahan Undang-Undang Yang Mengatur Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Refleksi Mengikuti Sidang UNCITRAL Insolvency Law Tahun 2009 | Pengaturan mengenai kepailitan di Indonesia telah dimulai sejak lebih dari 100 tahun yang lalu yakni sejak tahun 1906, yaitu berlakunya "verordening op het faillissement en surceance van betaling voor de european in Indonesia" sebagaimana Staatblads No. 217 jo. Staatblads 1906 no. 348 Faillissementsverordening. Dalam kurun waktu yang cukup lama (dengan awal tahun 1990-an) tidak banyak kasus kepailitan yang diajukan ke-pengadilan. Namun demikian, krisis moneter pada tahun 1997, telah menimbulkan kesulitan besar terhadap berbagai sendi kehidupan masyarakat terkait perekonomian khususnya dunia usaha, terutama dalam memenuhi kewajiban pembayaran utang kepada kreditur, sehingga banyak utang tidak dapat dibayar lunas meskipun telah dilakukan penagihan. Kondisi ini dapat melahirkan akibat berantai, dan menimbulkan dampak yang lebih luas, antara lain hiangnya kesempatan kerja dan timbulnya kerawanan sosial lainnya. Oleh karena itu, dalam rangka mendukung dunia usaha dalam menyelesaikan masalah utang piutang tersebut secara adil, cepat, terbuka dan efektif, sangat diperlukan sarana hukum yang mendukung. | 42-52 |