Judul | Abstract | Halaman |
---|
Kemandirian dalam format ekonomi baru | Kemandirian adalah kemampuan dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya nasional serta dalam membangun kerjasama dengan bangsa-bangsa lain untuk memenuhi kepentingan bersama dalam masyarakat bangsa-bangsa. Bahwa ekonomi pasar merupakan sebuah sistem yang lebih unggul dari sistem lainnya, telah terbukti dan karena itu mau tidak mau Indonesia juga harus menganut dan menerapkan kebijakan-kebijakan ekonominya dalam kerangka sistem tersebut. | 2-16 |
Kedaulatan pangan dalam sistem perekonomian nasional | Pangan adalah kebutuhan pokok, pangan adalah hidup dan kehidupan pangan merupakan mata pencaharian, sumber pendapatan, penyedia bahan baku industri, merupakan basis perekonomian regional dan nasional, sehingga membangun sektor pangan adalah keniscayaan, wajib hukumnya. Sebagai negara besar, berpenduduk 250 juta jiwa memerlukan bahan pangan yang cukup besar dengan kualitas yang baik pula, sehingga kita harus swasembada pangan, mandiri pangan bahkan berdaulat dalam pangan, sehingga kita mewujudkan kedaulatan pangan. | 17-32 |
Ekonomi pancasila: konsepsi dan praksis | Tulisan ini mendiskusikan mengenai Ekonomi Pancasila dan Makna yang terkandung di dalam Pasal 33 UUD 1945 sebelum dan sesudah dilakukannya amandemen. Ekonomi Pancasila adalah sistem pengaturan hubungan antar negara dan warganegara yang ditujukan untuk memajukan kemanusisan dan peradaban, memperkuat persatuan nasional melalui proses usaha bersama/gotong royong, dengan melakukan distribusi akses ekonomi yang adil bagi seluruh warganegara yang dilandasi oleh nilai-nilai etik pertanggungan jawaban kepada Tuhan yang Maha Esa. Sementara pasal 33 memberikan corak yang lebih jelas dalam menggambarkan bagaimana ekonomi pancasila diberlakukan sebagai sebuah sistem perekonomian sebuah negara. | 33-60 |
Ekonomi syariah di indonesia | Tulisan ini memfokuskan kajian tentang Perkembangan, Tantangan, Potensi dan Strategi Ekonomi Syariah di Indonesia. Saat ini, Ekonomi Syariah Indonesia sebagai Big Market (Demand) dan bukanlah sebagai Big Player (Supply). Hal ini merupakan tantangan bagi Ekonomi Syariah di Indonesia, karena akan berdampak pada defisit transaksi pada Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) dan defisit pada neraca UMKM akibat tereksploitasi oleh negara lain. Fokus pada kajian ini terletak pada langkah strategis yang harus segera dilakukan yaitu melalui pembesaran Big Market dan Big Player secara bersamaan sehingga akan mempercepat laju perekonomian syariah di Indonesia. | 61-78 |
Pemikiran ekonomi konstitusi | Tulisan ini adalah catatan kecil atas perdebatan ekonomi konstitusi di Lembaga Pengkajian MPR RI. Prosen pengkajian terhadapnya melibatkan banyak pakar dan anggota Lembaga Pengkajian sendiri, yang juga ahli dalam bidangnya. Pertama, pemikiran tentang ekonomi konstitusi bermuasal dari elit pendiri bangsa ini (founding fathers), yang mengenyam pengalaman pendidikan di Barat, khususnya Mohammad Hatta. Filisofi dasar dari ekonomi konstitusi kita adalah makna pengendalian negara atas pasar, yang tidak bisa dibiarkan bebas berjalan. Pemikiran selanjutnya diutarakan oleh Dawam Rahardjo, yang menilai bahwa pemikiran Hatta tetap kontekstual sampai jamam modern ini. Emil Salim memaknai ekonomi Pancasila dengan menguraikan satu persatu sila-sila tersebut, apakah terwujud di dalam kenyataan. Selanjutnya Mubyarto memberi ciri-ciri ekonomi Pancasila, diantaranya: ada motif sosial dan moral, watak egalitarianisme, nasionalisme ekonomi, koperasi sebagai sokoguru, dan keseimbangan ekonomi pusat dan daerah. | 79-94 |
Sistem ekonomi Pancasila dan kemandirian: memaknai pasal 33 UUD NRI tahun 1945 | Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 telah memberikan tuntunan dan arahan yang jelas dalam membangun perekonomian Indonesia sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 33 beserta Penjelasannya. Meski begitu, tuntunan dan arahan yang jelas mengharuskan peran aktif dan kehadiran negara di dalamnya serta mempunyai semangat kemandirian, yang dari rezim ke rezim belum sungguh-sungguh dilaksanakan. Peran negara dalam perekonomian semakin lemah karena semangat para penyelenggara negara belum sejiwa dengan amanat Pasal 33 tersebut. Penyimpangan demi penyimpangan masih terus terjadi sehingga Sistem Ekonomi Pancasila belum dapat diwujudkan. | 95-128 |
Mengembalikan landasan konstitusional koperasi dalam UUD NRI tahun 1945 | Koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia dalam perkembangannya masih menghadapi banyak tantangan untuk mampu memainkan peran yang siginifikan dalam mendukung pembangunan nasional di bidang ekonomi berdampingan dengan peran BUMN dan perusahaan swasta. Kondisi koperasi yang demikian itu ternyata kemudian semakin memprihatinkan karena koperasi juga telah kehilangan landasan konstitusionalnya sebagai wujud asas kekeluargaan dalam susunan perekonomian Indonesia setelah perubahan UUD NRI Tahun 1945, suatu hal yang tentu saja harus segera dikaji kembali untuk mengembalikan landasan konstitusional koperasi, sebagaimana yang diamanatkan oleh para pendiri bangsa. | 129-150 |
Kebijakan ekonomi nasional: ideologi, pragmatisme, dan mikroekonomi | Indonesia dibangun di atas cita-cita demokrasi ekonomi produk dialektika para pendiri negara berisi gagasan-gagasan jelas demi mewujudkan perekonomian yang berkeadilan. Namun demikian, implementasi ide dan cita-cita luhur tersebut belum pernah sungguh-sungguh berhasil dilaksanakan dalam sejarah 72 tahun merdeka. Bahkan, kebijakan dan program pembangunan ekonomi yang menekankan kemakmuran bersama kemudian sering dikesampingkan ketika perekonomian nasional sedang menghadapi krisis, untuk digantikan oleh kebijakan yang pragmatis semata-mata mengamankan pertumbuhan dan penyelamatan ekonomi. Tulisan ini berargumentasi bahwa terdapat indikasi kuat salah satu penyebab utama kegagalan tersebut adalah lemahnya strategi, secara lebih spesifik manajemen mikroekonomi yg mengabaikan sumberdaya manusia dan tatakelola. Atas dasar itu, artikel ini mengusulkan perbaikan manajemen mikroekonomi berfokus pada peningkatan sumberdaya manusia dan tatakelola, tanpa menunggu terselesaikannya penyelarasan kelembagaan dan kerangka perundang-undangan dengan UUD NRI Tahun 1945 sudah akan menyumbangkan perbaikan pada pemerataan pendapatan dan dengan demikian mendekatkan pada cita-cita terwujudnya kesejahteraan umum. | 151-166 |
Perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial berdasarkan UUD NRI tahun 1945 | Pembangunan perekonomian nasional sangat terkait dengan upaya-upaya meningkatkan etos kerja dan membangun visi kehidupan yang lebih baik, lebih sejahtera, sehat dan nyaman dengan menikmati rata-rata pendapatan masyarakatnya (GNP/per kapita) yang cukup tinggi. Untuk itu dibutuhkan pemimpin yang visioner, memiliki pemikiran strategis khususnya tentang persaingan global dan kemajuan teknologi, kemampuan analitis untuk menjaring informasi yang sangat banyak agar tetap berfokus pada aspek yang relevan. | 167-184 |
Pengawasan dan pemeriksaan keuangan negara sesuai UUD NRI tahun 1945 | Studi ini menguraikan tentang pemahaman Pengawasan dan Pemeriksaan Keuangan Negara berdasar Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pengawasan atas jalannya pemerintahan negara dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sedang pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Di lingkup pengelola keuangan negara dibentuk pengawas internal yang diatur melalui Peraturan Pemerintah. Diperlukan adanya perumusan atas kalimat untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana yang tertuang di Pasal 23 Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Rumusan inilah yang akan menjadi tolok ukur keberhasilan penggunaan anggaran negara. Setiap anggota DPR (dan DPD) perlu menggunakan hasil pemeriksaan BPK sebagai bahan penting didalam pelaksanaan tugas-tugasnya, baik dibidang penganggaran, penyusunan undang undang (legislasi) maupun dalam menjalankan pengawasan atas jalannya pemerintahan negara. Untuk itu, maka pertemuan antara BPK dengan DPR (dan DPD) perlu dilakukan secara rutin, terutama untuk mendalami hasil hasil pemeriksaan BPK. | 185-198 |