Indoprogress. Neoliberalisme, krisis, dan perlawanan rakyat, III Januari 2013 | Perpustakaan Universitas Bhayangakara Jakarta Raya
Advanced SearchIndoprogress. Neoliberalisme, krisis, dan perlawanan rakyat, III Januari 2013
Informasi Detil
Volume |
III Januari 2013
|
---|---|
Penerbit | Resist Book : Yogyakarta., 2013 |
ISSN |
2088-8597
|
Subyek |
Artikel Jurnal
Judul | Abstract | Halaman |
---|---|---|
Sesat neoliberalisme | Istilah neoliberalisme adalah kisah salah kaprah. Dan mungkin salah kaprah itulah yang sedang mendera kita dalam perdebatan luas di hari-hari ini. Apa yang terjadi dalam perdebatan tentang neoliberalisme hari-hari ini untuk kesekian kalinya menunjukkan gejala ganjil berikut. Kehidupan publik kita rupanya ditandai secara mendalam oleh sikap anti-intelektual. Maka ketika meledak perdebatan tentang suatu ideologi dan ideologi pada dirinya selalu membutuhkan pemahaman intelektual, tidak siaplah kita. | 1-5 |
Neoliberalisme | Sengaja cerita seperti ini perlu dihadirkan untuk membawa percakapan tentang neoliberalisme agar tidak saja mengawang-ngawang alias abstrak, tetapi turun ke bumi dengan contoh-contoh lapangan yang konkret. Tulisan ini lebih memusatkan perhatian pada pokok-pokok tentang neolibralisme dan kritik-kritik terhadapnya, gambaran ringkas tentang sejarah kelahiran paham ini sampai masuk ke dalam kekuasaan dan pengalaman prakteknya di Indonesia. | 6-25 |
Neoliberalisme, perspektif kelas: Tanggapan untuk Arianto Sangaji | Dari alur logika ini, maka yang tampak bahwa ide menentukan realitas. Tetapi, ide ini agar bisa menjadi dominan dan kemudian diimplementasikan dalam sebuah kebijakan negara, ia harus diperjuangkan. Dan para pejuan itu adalah intelektual-intelektual yang tergabung dalam the Mont Pelerint Society, dengan Hayek dan Friedman sebagai guru dan juru bicaranya. Di sini, Arianto menempatkan kalangan intelektual sebagai agen perubahan sosial, dalam hal ini perubahan sosial dari sistem ekonomi yang anti pasar bebas menjadi sistem ekonomi yang pro pasar bebas. | 26-31 |
Imperium, neoliberalisme, dan Asia | Masa pasca-perang dingin, ditandai oleh tatanan internasional yang didominasi satu negeri adikuasa-Amerika Serikat. Walaupun banyak dibahas setelah peristiwa 11 September 2001, di New York, serta dicetuskannya perang melawan terorisme, sesungguhnya pencapaian tujuan-tujuan ekonomi, politik, dan keamanan Amerika Serikat, secara unilateral sudah semakin dimungkinkan sejak usainya perang dingin. | 32-41 |
Neoliberalisme di Asia: Antara mitos dan realitas | Penjelasan triumfalisme Asia ini kembali menghangat setelah Kishore Mahbubani (2008) menulisa bahwa kebangkitan Asia juga merupakan kebangkitan peradaban non-Barat (the rise of the rest), yang berdasarkan kepada pragmatisme Asia dalam menghadapi tantangan global. Meskipun penafsiran ini dapat menggambarkan perkembangan taraf sosio-ekonomi dan posisi strategis global Asia, pembacaan ini cenderung simplisitik dan karenanya diperlukan suatu analisa yang lebih komprehensif. | 42-47 |
Fiksi dan fakta tentang liberalisme dan pasar bebas | Pasca tumbangnya rejim orde baru (orba) Soeharto, salah satu diskursus yang paling mengemuka adalah tentang keutamaan pasar bebas dalam pengelolaan ekonomi. Di bawah terpaan krisis ekonomi 1997 yang mengiringi kejatuhan rejim Soeharto yang sarat praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, ideologi pasar bebas diterima sebagai sebuah keniscayaan/ | 48-60 |
Krisis dan kelas | Pelajaran-pelajaran teoritik dan praksis aliansi kelas sekaligus aliansi spasial bisa ditelusuri melalui literatur-literatur klasik. Misalnya, saat Antonio Gramsci menulis tentang The Southern Qustion, dia menunjukkan perkembangan kapitalisme di Italia yang terbelah secara spasial antara Utara yang maju secara industri dan Selatan yang terkebelakang berbasis pertanian. Di Utara yang dominan adalah kelas pekerja, di Selatan para petani. Ketika Lenin menulis The Development of Capitalism in Russia, dia melihat hal berbeda dengan kapitalisme di Inggris seperti ditulis Marx. Tetapi, perbedaan itu, bukan soal necessity yang secara teoritik baik Gramsci dan Lenin mengikuti Marx. Perbedaan-perbedaannya bersifat contigency, karena keunikan-keunikan sejarah dari masing-masing wilayah. | 61-66 |
Kami bukan Keynesian | Krisis ekonomi yang mendera dunia saat ini, tampaknya telah mengguncang keyakinan kalangan neoklasik atau neoliberal, tentang kedigdayaan mekanisme pasar yang bisa mengatur dirinya sendiri. Kita telah sama mahfum, hampir empat dekade terakhir slogan less state more market begitu dominan dan hegemonik dalam literatur maupun kebijakan pembangunan ekonomi dan politik. Biarkan pasar bekerja tanpa gangguan, niscaya pertumbuhan ekonomi dan distribusi kemakmuran akan mengikutinya. Segala rupa kehendak negara untuk campur tangan dalam pasar sangat tercela, karena hanya menyebabkan distorsi, karena potensi kegagalan negara, dalam hal ini birokrasi, jauh lebih besar dan berbahaya ketimbang kegagalan pasar. | 67-71 |
Finansialisasi atau krisis kapitalisme | Krisis berlarut-larut yang melanda Yunani saat ini, sungguh mendatangkan ketakutan di kalangan elite ekonomi dunia. Walaupun sudah ada tindakan penyelamatan darurat dalam mengerem laju krisis Yunani, tetap saja hal itu dianggap tidak memadai. Sejarahwan Universitas Harvard terkemuka saat ini, Niall Ferguson mengatakan, tindakan pengucuran dana itu ibarat menyiramkan air ke dalam api, tetapi apinya semakin membesar. | 72-76 |
Lagi tentang finansialisasi atau krisis kapitalisme | Salah satu ciri utama hubungan produksi kapitalis, dibandingkan dengan hubungan produksi non-kapitalis (komunal tradisional, perbudakan, dan feodal) adalah produksi komoditi ditujukan untuk pasar dengan tujuan utama akumulasi keuntungan keuntungan tanpa batas (unending accumulation of profit). Adanya keuntungan ini merupakan satu-satunya motivasi kapitalis untuk membelanjakan uangnya (berinvestasi) di mana saja dan kapan saja, di waktu damai maupun di masa perang, di megapolitan maupun di jantung terdalam hutan Kalimantan, di laut maupun di udara, di dalam negeri maupun di luar negeri, di sektor riil maupun di sektor keuangan. | 77-82 |
Efek domino krisis properti di AS | Kehidupan Myra Riggs, hari-hari ini, diliputi ketidakpastian. Perempuan berusia 61 tahun, yang tinggal di Kota Baltimore, AS itu, tak nyaman lagi tinggal di rumahnya yang memiliki pekarangan luas dan ditumbuhi pepohonan. Sewaktu-waktu, rumah yang dibelinya melalui pinjaman model sub-prime mortgage (kredit perumahan), lenyap berpindah tangan. Melalui model sub-prime mortgage ini, sebuah lembaga keuangan bukan bank, memberikan kesempatan kepada orang-orang seperti Riggs, yang berpendapatan rendah dan memiliki catatan kredit yang buruh, memperoleh segepok uangan kontan dengan bunga tinggi. Gabungan dari dua hal itu, menyebabkan model sub-prime mortgage mengandung resiko yang tinggi. | 83-87 |
Krisis, pelajaran dari Irlandia | Krisis Irlandia ini memberi pertanda bahwa krisis ekonomi Eropa belum pulih, bahkan cenderung meluas ke negara-negara Eropa Timur. Dan seperti biasanya, IMF, Bank Dunia, dan negara-negara Eropa Barat memandang krisis ini sekedar krisis likuiditas keuangan, sehingga obat pencegahnya adlah kucuran dana talangan (bailout) sebesar $112 miliyar. Dan seperti biasanya pula, jangan berpikir bahwa dana sebesar itu akan dirasakan manfaatnya oleh rakyat pekerja, terutama bagi 400 ribu pengangguran. Bahkan sebaliknya, sebagai imbalan dari dana penyelamatan ini, rakyat Irlandia diharuskan untuk berhemat di segala sisi. Misalnya, jaminan kesejahteraan sosial dipotong sebesar 4 persen, pembiayaan sektor publik dipotong sebesar 16 persen, dan pemaksaan upah minimum dan pajak retribusi kepada rakyat pekerja. | 88-91 |
Mengerti risiko sistemik | Risiko sistemik tidak hanya berlaku pada sistem keuangan atau perbankan. Risiko sistemik ada di setiap sistem kompleks, yaitu sistem yang terbangun oleh komponen-komponen yang saling berinteraksi. Sebuah risiko dikatakan sistemik karena dia muncul dari interaksi yang tidak dapat diprediksi dari berbagai komponen sistem tersebut. | 92-95 |
Post-neoliberalisme | Karena neoliberalisme telah menjadi ideologi ekonomi yang dominan dianut hampir seluruh negara, maka krisis di satu tempat dengan segera menyebar ke tempat lain. Dengan demikian, penanganan krisis di AS sesegera mungkin, tidak hanya dimaksudkan untuk mencegah krisis domestik semakin parah, tapi juga untuk mencegah agar krisis ini tidak menyebar ke negara lain. Selain itu, proses penanggulangan krisis juga mesti melibatkan kerjasama banyak pihak melalui forum-forum global seperti forum G-20 maupun kerjasama bilateral dan regional lainnya. | 96-99 |
Perang melawan perangnya kapitalis | Dalam satu dua minggu terakhir, daratan eropa, terutama negara-negara yang dijuluki PIGS (Portugal, Irlandia, Greece, dan Spain), diguncang oleh demonstrasi massal rakyat pekerja. Para analisis menggambarkan demonstrasi massal ini yang terbesar sejak demonstrasi massal 1968. Pada Senin minggu lalu, misalnya, tercatat 4500 pilot maskapai penerbangan terbesar Jerman, Luthfansa, turun ke jalan melakukan pemogokan. Pada hari yang sama, di Perancis buruh pengawas lalu lintas bandara (air traffic controllers) juga melakukan aksi demonstrasi. Di Inggris Raya, lebih dari 80 persen dari 12 ribu kru kabin pesawat British Airways memilih untuk mogok. | 100-104 |
Penembakan tiaka dan akumulasi primitif | Serangan berdarah dan mematikan terhadap petani dan nelayan atas nama ekspansi kapital kembali terjadi. Lebih dari setahun lalu, protes nelayan karena operasi pengeboran minyak lepas pantai Tiaka di Kecamatan Momosalato, Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah, berakhir tragis. Dua pendemo tewas ditembak aparat keamanan dan lainnya luka-luka. Setelah insiden penembakan, aparat keamanan segera mengamankan lapangan minyak itu. Dua kapal perang, KRI Hiu dan KRI Teluk Ende, dikirim untuk melindungi ladang minyak Tiaka. Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah juga mengerahkan 1 SSK (satuan setingkat kompi) Brimob dengan tujuan yang sama. | 105-114 |
G20, protes, dan patuh | Salah satu reaksi terhadap krisis kapitalisme di Asia akhir 1990an, negara-negara kapitalis kemudian menginisiasi pembentukan forum G20 di tahun 1999. Awalnya forum informal yang mempertemukan para direktur bank sentral dan menteri-menteri keuangan dari negara-negara kapitalis kaya yang tergabung dalam G8 (Amerika Serikat [AS], Inggris, Jerman, Perancis, Italia, Kanada, Jepang, Rusia), dengan partner mereka dari negeri-negeri yang sedang tumbuh ekonominya. | 115-119 |
Dari Wall Street hingga Court Street: Politik resistensi di jantung Sang Imperium | Mengapa Wall Street? Wall Street adalah nama sebuah jalan di Kota Manhattan, New York, Amerika Serikat, tempat di mana korporasi-korporasi raksana finansial dunia berbasis. Semenjak krisisi ekonomi yang terjadi pada 2008, para bankir atau yang secara akademik disebut monopoly finance-capital, dianggapap sebagai biang keladi penyebab krisis. Tapi lebih dari itu, ketika kalangan monopoly finance-capital ini bangkrut, mereka malah mendapatkan bonus yang sangat besar dari dana talangan yang dikucurkan oleh pemerintah dan Bank Sentra AS. Sementara pada saat yang sama, mayoritas rakyat AS kehilangan pekerjaan, kehilangan rumah tinggal, penurunan tingkat pendapatan, dan tingginya biaya pendidikan dan kesehata akibat krisis tersebut. | 120-126 |
Benih perlawanan itu bersemi sudah | Ketika krisis kapitalisme mendera Amerika Serikat pada 2008, secara politik tidak ada gejolak yang berarti. Maksud saya, tidak ada protes atau demonstrasi besar-besaran dari mereka yang kehilangan pekerjaan, kehilangan rumah, dan jam kerja yang lebih panjang. Tentu ada keluhan dan rasa marah terhadap hidup keseharian yang tiba-tiba menajdi lebih sulit dari biasanya. Tetapi semua itu lebih berupa bisik-bisik. Bukan berarti tak ada demonstrasi, tapi lebih merupakan pawai baris berbaris. Bandingkan dengan krisis ekonomi yang menimpa Indonesia pada 1997-98, yang memicu aksi massa besar-besaran yang berujung pada jatuhnya rejim Orde Baru Soeharto. Atau bandingkan dengan kasus Argentina, yang meledak krisis ekonomi pada 2001, dalam hitungan bulan, tiga presiden negara itu datang silih berganti. | 127-131 |
Setelah berlawan, lalu? | Ketakutan elite kapitalis dalam masa krisis kapitalisme, muncul di luar kalkulasi untung rugi secara ekonomi, yakni pada kalkulasi biaya-manfaat secara politik. Seperti kita ketahui, dalam masa krisis yang paling dirugikan adalah rakyat pekerja yang merupakan warga mayoritas. Mulai dari tingkat pendapatan yang menurun hingga kehilangan pekerjaan tetap, adalah kiamat kecil bagi mereka. Dan karena secara ekonomi mereka sangat lemah, maka kemampuannya untuk memengaruhi kebijakan negara agar berpihak kepadanya, juga kecil. Dalam masa krisis, prioritas utama negara bukanlah membantu penderitaan rakyat pekerja, tapi bagaimana meredam laju percepatan kebangkrutan kaum kapitalis. | 132-135 |
Rantai pasokan global dan strategi gerakan buruh | Globalisasi dan semakin tersambungnya jalinan antar-rantai pasokan secara global ditentukan terutama oleh korporasi trans-nasional, yaitu dengan memperluas jangkauannya ke banyak negara yang buruhnya berupah murah untuk meningkatkan keuntungan. Negara yang memerlukan investasi diposisikan terus bersaing satu sama lain untuk mengundang beroperasinya korporasi trans-nasional dengan berlomba-lomba menawarkan insentif upah rendah dan limpahan sumber daya alam. Pada akhirnya, buruh dan komunitas di negara-negara penerima investasi juga terjebak dalam persaingan, lebih seringnya konflik, satu sama lain, karena mereka diseret ke dalam pekerjaan yang terkait dengan rantai pasokan global (global supply chain). | 136-152 |
Membela radikalisasi perlawanan rakyat pekerja sekarang | Kesimpulan sementara dari berbagai aksi perlawanan ini, rakyat pekerja Indonesia tengah bergerak melawan. Rakyat pekerja Indonesia semakin eksplisit untuk mengartikulasikan tuntutan serta ketidaksetujuan mereka terhadap berbagai kebijakan negara, yang banyak dirumuskan pada tingkatan lokal, yang pada dasarnya merugikan kepentingan mereka. Tuntutan serta penolakan mereka yang eksplisit ini membuat mereka harus menempuh langkah-langkah beresiko yang radikal, yang sebelumnya tidak pernah mereka pikirkan dalam rangka mendapatkan perhatian penuh dari sistem politik yang ada. | 153-168 |
Imperialisme, motor penggerak sejarah kontemporer | Ketika membuka papernya yang berjudul, imperial state, imperialism and empire, James Petras menulis, imperialisme yang berarti dominasi ekonomi-politik dan eksploitasi suatu negara melalui penetrasi ekonomi dan atau penaklukan militer atau intervensi (campur tangan), adalah kekuatan pendorong (driving force) sejarah kontemporer. Ia tidak percaya bahwa perubahan yang terjadi pada sebuah negara nasional, misalnya, perubahan dari rezim kediktatoran menuju rezim demokrasi elektoral, terisolasi dari dinamika ekonomi politik global. | 169-194 |
Revolusioner dari Sardinia: Antonio Gramsci dan analisa kelas | Sejarawan kondang Eric Hobsbawn turut memberikan apresiasi tinggi terhadap Gramsci. Menurut Hobsbwan, Gramsci adalah intelektual kiri yang karya-karyanya paling laris dibaca dan ditafsirkan pada abad keduapuluh. Dalam konteks Italia, Hobsbwan mengatakan, Gramsci adalah intelektual Italia yang paling terkenal dan terkemuka sepanjang masa, yang karya-karyanya patut dikategorikan sebagai karya klasik. Menurut Joseph A. Buttigieg, salah satu pemikir Gramsci terkemuka saat ini, Gramsci adalah ilmuwan politik dan kritikus budaya yang sangat sering dikutip dan karyanya paling banyak diterjemahkan. | 195-204 |
Dari kapitalisme turun ke krisis: Bagaimana kaum progresif Indonesia melihat krisis ekonomi 2008 | Keberadaan kontrol rakyat ini dalam pembangunan industri nasional, menurut Wardoyo merupakan syarat mutlak. Dan kontrol rakyat itu hanya mungkin ada dalam sistem demokrasi sepenuh-sepenuhnya bukan demokrasi borjuis, demokrasi elit, atau demokrasi perwakilan. Bagi Wardoyo, demokrasi sepenuh-sepenuhnya adalah demokrasi yang melibatkan rakyat dalam setiap proses pengambilan keputusan-keputusan publik sehari-harinya (bukan hanya sekedar dilibatkan dalam pemilu-pemilu saja). | 205-216 |