Jurnal Studi Kepolisian, Edisi 063, Januari-Maret 2005

Informasi Detil

Volume
Ed. 063, Januari-Maret 2005
Penerbit Direktorat PPITK Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian : jakarta.,
ISSN
0216-2563
Subyek

Artikel Jurnal

JudulAbstractHalaman
Pemilihan kepala daerah sebagai dinamika politik lokalAdanya PILKADA tahun 2005 nanti akan ditandai dengan peranan strategis atau bahkan cenderung dominan dari Partai Politik, terutama dalam hal penentuan calon PILKADA. Hal ini diatur dalam UU No. 32 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Daerah. Sehubungan dengan dominasi partai politik tersebut, calon PILKADA harus diajukan oleh suatu partai atau koalisi partai politik dengan persyaratan minimal 15% dari jumlah total kursi DPRD di daerah yang bersangkutan. Hal ini diatur dalam Pasal 59 UU No. 32 tahun 2004.1-11
Pilkada langsung dan transisi menuju konsolidasi demokrasiDampak negatif dari persaingan antar elite politik lokal dalam memperjuangkan kepentingan mereka, perlu dibangun dialog yang intensif baik antara pimpinan formal dan non-formal maupun intra tokoh politik lokal sendiri yang berbeda latar belakangnya. Dialog dan komunikasi politik tersebut diharapkan akan memperdekat jarak antar berbagai kekuatan yang ada. Tanpa semangat untuk membangun komunikasi tersebut, suasana ketidakpercayaan yang akan muncul. Akhirnya, disinformasi serta mis-komunikasi akan berperan di dalam membangun massa. Jadi bukan pelembagaan demokrasi yang muncul melainkan show of forces.12-26
Masalah dan potensi konflik pilkada langsungSepanjang bulan Juni 2005 mendatang sekitar 181 kabupaten kota, dan propinsi di Indonesia akan menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung oleh rakyat. Hiruk-pikuk politik diperkirakan akan berlangsung di tingkat lokal pada penyelenggaraan momentum pilkada langsung gelombang pertama tersebut. Apalagi, seperti diwartakan berbagai media, tetnyata belum semua daerah benar-benar siap (dari berbagai aspek) untuk menyelenggarakan pilkada.27-43
Berbagai pelanggaran hukum dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah berdasarkan UU No. 32 tahun 2004Karena Pilkada merupakan bagian dari proses politik, maka pasti terjadi berbagai konflik kepentingan (interest of conflict) sebab konflik politik (praktis) dalam percaturan perebutan kekuasaan legal tidak lain adalah bagian dari konstelasi politik itu sendiri, bahkan ada yang berpandangan bahwa demokrasi adalah konflik yang dilembagakan. Namun bagaimanapun pertentangan kepentingan menjadi potensi untuk terjadi pelanggaran hukum baik yang diatur secara tegas dalam UU No. 32 Tahun 2004 maupun yang diatur dalam/diluar hukum pidana (KUHP).44-54
Pilkada langsung 2005 dan permasalahannyaMelalui kedua ajang politik tersebut, seluruh rakyat Indonesia (yang memenuhi syarat untuk memilih) berdaulat untuk memilih calon pemimpin mana yang disukainya dan untuk tidak memilih calon pemimpin mana yang tidak disukainya (lag). Maka, terjadilah apa yang disebut cleansing effect pada saat itu: (calon) pemimpin yang tidak disukai (lagi) pun kalah dan terpinggir dari pentas politik yang riil.55-67
Pilkada: Mengayuh di antara konflik dan penguatan civil societySelain itu, suatu negara dikatakan demokratis bila memenuhi prasyarat antara lain adanya kebebasan masyatakat untuk merumuskan preferensi-preferensi politik mereka melalui Jalur-jalur perserikatan, informasi dan komunikasi; memberikan ruang berkompetisi yang sehat dan melalui cara-cara damai; serta tidak melarang siapapun berkompetisi untuk jabatan politik. Dalam hal ini jelas,kompetisi politik yang damai menjadi prasyarat penting bagi demokrasi.68-78
Pilkada dan dinamika politik lokalSetelah pemilihan presiden RI dan wakil presiden RI secara langsung usai, kini bangsa Indonesia akan kembali melakukan pesta demokrasi lagi dalam bentuk pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung. Pemilihan presiden dan wakil presiden telah menghasilkan sosok pemimpin baru, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Yusuf Kala. Sebuah pengalaman politik bagi bangsa Indonesia, karena inilah untuk pertama kalinya dilakukan pemilihan kepala negara secara langsung.79-90
Pilkada: Wajah baru struktur konflik masyarakat IndonesiaKebanyakan pewacanaan yang beredar di masyarakat menempatkan Pilkada dalam Þosisi penambal di Indonesia yang sistem demokrasi dirasa masih bolong sana sini. Uraian singkat pada bagian ini adalah upava epistemologis terhadap demokrasi langsung yang menjadi ikon Pilkada dimana baru pertama kali bagi bangsa kita yang akan dilaksanakan mulai Juni tahun ini. Eksplorasi ini dilakukan dengan cara bolak-balik membenturkan model demokrasi langsung dengan demokrasi perwakilan.91-103
Retorika komunikasi politik Indonesia menjelang Pilkada: Sinyal konflik dan benturan sosial lewat sosok.Satu hal yang perlu diwaspadai dalam menyikapi kondisi þembinaan keamanan dan penegakan bukum pada Pilkada ini adalah kemungkinan pecahnya konflik dan benturan besar di masyarakat. Hal ini dimungkinkan karena sentumen-sentimen yang dibawa oleh oknum dalam mengajukan calon kepala dan pimpinan dan daerah setempat. Permasalaban sosok atau profil komunikasi politik di sini sangat kental dalam upaya melangsir pemberitaan lewat media massa. Sosok yang diciptakan media massa begitu leluasa digunakan untuk preseden pengbakiman masyarakat mungkin diagendakan dan diarahkan. Tanpa sengaja mereka-mereka yang berlindung di balik isu isu baik sengaja atau tidak memicu berpotensi memicu sentimen-sentimen yang sebelumnya ada di masyarakat untuk didramatisir.104-114



Informasi


DETAIL CANTUMAN


Kembali ke sebelumnyaXML DetailCite this