Judul | Abstract | Halaman |
---|
Larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat | Ada beberapa alasan mengapa sulit sekali suatu undang-undang antimonopoli disetujui oleh Pemerintah Orde Baru. Pertama, karena Pemerintah menganut konsep bahwa perusahaan-perusahaan besar perlu ditumbuhkan untuk menjadi lokomotif pembangunan. Perusahaan-perusahaan tersebut hanya mungkin menjadi besar untuk kemudian menjalankan fungsinya sebagai lokomotif pembangunan apabila perusahaan-perusahaan itu diberikan perlakuan khusus. Perlakuan khusus itu adalah dalam bentuk pemberian proteksi yang dapat menghalangi masuknya perusahaan lain dalam bidang usaha tersebut atau dengan kata lain memberikan posisi monopoli. Kedua, pemberian fasilitas monopoli perlu ditempuh karena perusahaan itu telah bersedia menjadi pioner di sektor yang bersangkutan. Tanpa fasilitas monopoli dan proteksi maka sulit bagi Pemerintah untuk dapat memperoleh kesediaan investor menanamkan modalnya di sektor tersebut. Ketiga adalah untuk menjaga berlangsungnya praktik KKN demi kepentingan kroni-kroni mantan Presiden Soeharto dan pejabat-pejabat yang berkuasa pada waktu itu. | 4-34 |
Soal Undang-undang Fidusia | Undang-undang Fidusia menentukan, apabila debitur cidera janji maka yang dieksekusi adalah sertifikat jaminan fidusia, yang mempunyai kekuatan hukum eksekutorial sama dengan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Hal ini berarti bukan fidusianya yang dieksekusi, tetapi pengikatan/pembebanannya yang merupakan kesatuan dengan perjanjian pokoknya yakni pinjam uang dengan jaminan barang bergerak yang ada dalam penguasaan pemilik. Karena alasan tersebut, maka pengertian fidusia dalam UU No. 42 Tahun 1999, tidak berguna sama sekali. Artinya, jika sebutan dan arti fidusia dihilangkan, maka pengikatan dan eksekusi pengikatan barang bergerak yang dalam penguasaan pemiliknya sesungguhnya tidak terpengaruh. Dengan mengingat materi yang diatur di dalamnya, maka judul yang cocok untuk UU No. 42 tahun 1999 adalah tentang Hak Tanggungan Atas Barang Bergerak. | 35-37 |
Komentar pasal demi pasal Undang-undang No. 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia | Dari pertimbangannya, Undang-undang No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, atau secara singkat disebut pula sebagai Undang-undang Fidusia (lihat Pasal 40), bertujuan untuk memberikan ketentuan hukum yang jelas dan lengkap mengenai Jaminan Fidusia karena sampai saat ini Jaminan Fidusia masih didasarkan yurisprudensi dan belum diatur dalam peraturan perundang-undangan secara lengkap dan komprehensif. Sebagaimana dikemukakan dalam angka 1 Penjelasan Umum undang-undang tersebut, undang-undang ini dimaksudkan untuk menampung kebutuhan masyarakat mengenai pengaturan Jaminan Fidusia sebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan. | 38-48 |
Aspek-aspek hukum hak pakai atas tanah negara sebagai objek jaminan | Sebagai capital asset, tanah merupakan faktor modal dalam pembangunan ekonomi. Pengaturan tanah sebagai jaminan termasuk ke dalam kewenangan negara dalam menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antar orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air, dan ruang angkasa. Di dalam UUPA tidak semua orang dapat memiliki (menjadi subjek) suatu hak atas tanah, karena subjek hak tersebut dibatasi oleh kewarganegaraan seseorang tersebut, sehingga tidak semua orang yang tinggal di Indonesia dapat memiliki hak-hak tertentu. Namun dengan PP No.40 tahun 1996 yang memperluas subjek hukum hak pakai, orang asing yang berkedudukan di Indonesia dimungkinkan mempunyai hak pakai atas tanah negara, sebagai orang (subjek) yang memiliki hak pakai. | 49-58 |
Penerbitan obligasi dan pembangunan dengan obligasi | Obligasi mulai populer sebagai salah satu instrumen untuk memperoleh pembiayaan jangka panjang yang dianggap murah. Sebagai surat bukti pengakuan utang dari penerbit kepada pemegang obligasi, sebelum jatuh tempo, obligasi bisa diperdagangkan di pasar sekunder. Jika penerbitan obligasi dilakukan melalui Bursa Efek Jakarta, maka transaksinya tunduk pada peraturan dan ketentuan hukum pasar modal Indonesia. Setelah banyak perusahaan menggunakan obligasi untuk mendapatkan dana publik, dengan otonomi luas, pemerintah daerah kini juga memiliki peluang untuk menerbitkan obligasi Dana hasil penerbitan obligasi bisa digunakan untuk membiayai pembangunan. Pertanyaannya: Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) sudah? | 59-67 |
Would English Law benefit from a doctrine of reasonable expectations as found in American Law? | Freedom of contract, the doctrine in insurance contracts in England, existed unrestrained where, whether or not a certain loss within the risks covered by a specific policy can be known through the insurance contract, the general principles of construction are applicable to all written contracts. Meanwhile, the terms of insurance contracts, whether the standards forms are prescribed by either public officials or insurers, give the insured little choice beyond electing among the standardised provisions offered to him. | 68-70 |
A peep at a rescue culture of corporate insolvency | The Indonesian bankruptcy law clarifies the procedure in respect of debt repayment suspensions. This is more or less comparable to, but not equal to, an administration procedure under the UK insolvency regime. The debtor is required to present a compromise proposal for the approval of creditors and the court. An administrator is appointed to the debtor and has powers to disclaim contracts Nevertheless, one of the most important features of the administration procedure is the moratorium. The commencement of the administration procedure by the presentation of a petition for an administration order imposes a freeze on proceedings and executions against the company and its assets. This provides a breathing space for the company to make arrangements with its creditors and members for the rescheduling of its debts and the reorganisation and restructuring of its affairs. | 71-74 |