Jurnal Hukum Bisnis, Volume 24, No. 1, Tahun 2005

Informasi Detil

Volume
Vol. 24, No. 1, Tahun 2005
Penerbit Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis : jakarta.,
ISSN
0852/4912
Subyek

Artikel Jurnal

JudulAbstractHalaman
Memberantas kejahatan perbankan: Tantangan pengawasan bankBila ditarik lebih ke belakang, rangkaian peristiwa kriminal yang menimpa industri perbankan se olah tidak berujung. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan apa yang salah? Para praktisi meyakini keterkaitan antara tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dan program anti korupsi yang efektif. Krisis keuangan yang terjadi di Asia Timur pada 1997 menunjukkan bahwa lemahnya tata kelola perusahaan mengakibatkan luasnya tindakan kecurangan (fraud) dan korupsi yang kemudian memporak-porandakan perekonomian. Pada tingkat praktis keterkaitan ini sangat jelas. Penyuapan secara universal digolongkan sebagai perbuatan ilegal. Oleh karena itu, untuk menyembunyikan penyuapan yang dilakukan diperlukan rekayasa akuntansi yang dilarang oleh standar tata kelola perusahaan yang baik.6-16
Terobosan hukum dalam rahasia bankUndang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan telah mengalami perkembangan yang sangat berarti dengan memberikan akses informasi tentang rekening bank kepada pihak-pihak tertentu (pengadilan), misalnya untuk kepentingan pembuktian terhadap tindak kejahatan korupsi, pencucian uang, dan penggelapan pajak. Dengan landasan untuk kepentingan umum (public interest), kepada pihak tertentu tersebut dapat dikecualikan untuk memperoleh informasi yang termasuk sebagai rahasia bank.17-26
Mewaspadai pembobolan bank melalui transaksi l/cSesungguhnya pembobolan bank melalui surat kredit atau Letter of Credit (L/C) bukan hal baru di dunia kejahatan perbankan, karena kejahatan kerah putih ini sering terjadi di dunia perbankan meski dalam skala yang berbeda. Kasus ini menarik perhatian kita karena menimpa dua bank plat merah dengan jumlah kerugian yang spektakuler. L/C adalah surat yang dikeluarkan bank atas permintaan nasabah atau oleh bank sendiri yang memberi kuasa kepada bank atau pihak ketiga untuk membayar atau mengaksep dan membayar tagihan sesuai yang tertera dalam surat kredit tersebut. Surat kredit atau Letter of Credit (L/C) adalah instrumen perbankan yang dipergunakan sebagai cara pembayaran dalam transaksi ekspor-impor.27-41
Dilematis penerapan Undang-undang Nomor 24 tahun 2004 tentang lembaga penjamin simpanan antara perlindungan hukum dan kejahatan perbankandalam penegakan hukum, pasangan nilai-nilai tersebut perlu diserasikan dan dijabarkan secara lebih konkrit lagi karena nilai-nilai tersebut lazimnya bersifat abstrak. Penjabaran lebih konkrit diwujudkan dalam bentuk kaidah-kaidah hukum yang berisikan suruhan, larangan, dan kebolehan Kaidah-kaidah itu menjadi pedoman atau patokan perilaku atau sikap tindak yang dianggap pantas atau yang seharusnya. Perilaku atau sikap tindak tersebut bertujuan untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian.42-49
Analisis hukum pelaksanaan merger bank di IndonesiaMemperhatikan kondisi permodalan dan manajemen bank-bank umum Indonesia, banyak timbul kerisauan dan ketakutan para ekonom Indonesia apakah lembaga perbankan Indonesia siap menghadapi era pasar bebas atau era globalisasi ekonomi mendatang? Kerisauan ini terbukti saat krisis ekonomi melanda negara Indonesia sejak pertengahan tahun 1997, bank-bank umum Indonesia mulai kelihatan tidak mampu bersaing dan tingkat kesehatan terus menurun, sehingga pada awal tahun 1998 sudah 17 bank yang dicabut izin usahanya dan 39 (7+32) bank yang di bawah pengawasan langsung BPPN. Bahkan hingga tahun 2004 permasalahan perbankan masih timbul seperti kasus Bank Dagang Bali, Bank Asiatic, dan Bank Global.50-57
Diskursus tentang merek dan domain name: Batasan ruang lingkup dan aturan main yang berlaku di IndonesiaKonon hukum merek tidak dapat diterapkan begitu saja pada kasus domain name. Benarkah demikian, ataukah semata karena Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek belum mengatur secara khusus tentang penggunaan merek sebagai domain name, ataukah semata karena istilah domain name tidak pernah disebut-sebut dalam teks undang-undang tersebut? Bolehkah merek digunakan sebagai domain name? Bagaimana jika merek tersebut adalah merek pihak lain? Bagaimana pula jika merek pihak lain tersebut belum terdaftar? Bagaimana jika merek pihak lain tersebut adalah merek untuk barang atau jasa yang tidak sejenis? Mana yang berlaku, prinsip first come first served ataukah tanggal pendaftaran merek yang akan didaftarkan sebagai domain name?58-70
Hak cipta versus teknologi peer-to-peerPeer-to-peer adalah sebuah teknologi pertukaran informasi elektronik secara timbal-balik antar pengguna internet dengan menghubungkan secara langsung dua komputer dalam jaringan internet sehingga para penggunanya dapat berkomunikasi satu dengan yang lain tanpa harus melalui server central. Kazza adalah salah satu contoh peranti lunak yang menggunakan teknologi peer- to-peer. Teknologi ini selain memberikan manfaat kepada pengguna internet, juga membawa kerugian besar khususnya pada pihak ketiga yaitu pencipta atau pemilik Hak Cipta, karena teknologi ini dapat digunakan untuk melakukan pembajakan terhadap karya-karya cipta yang dilindungi undang-undang Pembajakan melalui peer-to-peer sudah menjadi isu yang sangat meresahkan bagi para pemilik hak cipta, selain merugikan pencipta secara materiil dan non-materiil juga merugikan negara dalam hal penggelapan pajak.71-85
Reformasi peraturan dan kebijakan pengadaan tanah untuk kepentingan umumKebijakan pertanahan yang berlaku selama ini adalah sangat sentralistis dan pelaksanaan pencabutan, pembebasan hak atas tanah cenderung otoriter dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan tidak mengakomodasi kepentingan warga masyarakat dan hak-hak asasinya. Setelah reformasi ini, diharapkan kebijakan pertanahan yang bersifat sentralistis ini sudah tidak bisa lagi dipertahankan. Seharusnya politik pertanahan yang sentralisitis dan otoriter ini diarahkan ke politik pertanahan yang desentralistis dan responsif, dengan nuansa demokratis. Pelaksanaan ketentuan perundang-undangan tidak hanya bersandar pada hukum apa adanya (the law that is), tetapi harus merespon keadaan sosial atau hukum yang seharusnya (the law that ought to be). Hukum itu tidak hanya berkembang dengan logika tertutup, tetapi harus dapat mengambil nilai-nilai baru dari masyarakat dan dengan memperbarui peraturan sedemikian rupa hingga sesuai dengan keadaan dewasa ini.86-95



Informasi


DETAIL CANTUMAN


Kembali ke sebelumnyaXML DetailCite this