Judul | Abstract | Halaman |
---|
Setelah Standard Chartered mundur dari Bank Bali | Sebagai pemilik dan pernah mengelola (sebagai direktur utama) Bank Bali, Rudy Ramli hari-hari ini memang sedang berada di atas angin. Rabu 1 Desember sebelumnya, Rudy bersama mantan direksi Bank Bali Firman Soetjahja, Hendri Kurniawan, dan Rusli Tjahjadi-dibebaskan hakim dari dakwaan jaksa dalam perkara transaksi cessie antara Bank Bali dengan PT Era Giat Prima. Hakim menyebut tuduhan jaksa tidak lengkap, tidak jelas, tidak cermat sehingga dakwaan menjadi kabur. Majelis hakim yang diketuai Soedarto juga menilai dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak menjelaskan secara rinci peran masing-masing terdakwa berkaitan dengan unsur melakukan perbuatan kejahatan secara bersama-sama (medeplichtige) dalam Pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Karenanya, demikian Hakim Soedarto, pemeriksaan atas perkaranya tidak bisa diteruskan Sehingga keempat tokoh tersebut dinyatakan bebas. | 4-6 |
Rebuilding the Indonesian financial system: Some lessons from the past and suggestions for the future | Indonesia is in the midst of a monumental effort to rebuild its financial system at the same time that it is system, attempting to restructure its its central-political regional governmental relationships, and its industrial and commercial sectors. Any one of these undertakings would be difficult under the best of circumstances Trying to address all of them simultaneously, while still in the midst of a severe recession and political uncertainty, is truly a formidable undertaking. Other Asian crisis countries, such as Korea and Thailand, have recently faced similar financial and commercial disruptions, but their political systems were already established and helped resolve the financial and commercial problems. Indonesia complex politico-economic collapse and incipient recovery have been driven largely by internal dynamics. Surely there has been much outside involvement in the form of financial assistance and policy recommendations, but the fundamental forces that have driven the process, from removal of the Soeharto government, to arresting the economic decline, to reforming the political structure and carrying out open elections, have been essentially Indonesian. | 7-12 |
Pengaturan hak ulayat di dalam UUPA yang baru | Sepanjang saya masih ingat akan pelajaran Hukum Adat yang saya peroleh dari almarhum Prof. Hazairin dari Fakultas Hukum dan Ilmu Kemasyarakatan, Universitas Indonesia pada tahun 1951, yang dimaksud dengan Hak Ulayat suatu masyarakat (hukum) adat (rechtsgemeen schap), yaitu hak atas seluruh wilayah masyarakat hukum adat yang bersangkutan, yang tidak pernah akan dapat diasingkan pada orang atau kelompok masyarakat lain, atau dicabut dari masyarakat hukum adat yang bersangÄ·utan, tetapi yang secara turun temurun tetap akan merupakan hak kolektif masyarakat hukum adat atas tanah seluas wilayah hukum adat tersebut. Dengan lain perkataan: hak ulayat merupakan hak kolektif dan bukan merupakan hak individual yang dapat dimiliki seseorang, atau sekeluarga, tetapi menjadi hak beschikkingsrecht masyarakat (hukum) adat yang bersangkutan, untuk memenuhi segala kebutuhan hidup warganya. | 14-17 |
Keberadaan penguasaan tanah oleh masyarakat hukum adat Minangkabau di dalam UUPA | Pada literatur yang mengkaji tentang hukum adat tanah, tidak terlihat adanya pemisahan antara kewenangan privat dan publik berkaitan dengan penguasaan tanah ulayat, bahkan yang sering ditonjolkan adalah kewenangan publik. Pada kenyataannya di masyarakat hukum adat Minangkabau, kewenangan privat lebih menonjol karena penguasaan tanah didasarkan kepada bentuk hubungan kekerabatan yang genealogis teritorial. | 18-35 |
Arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa | Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14 hari dengan bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator tidak berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator tidak berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga APS untuk menunjuk seorang mediator. Setelah penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau lembaga APS, dalam waktu paling lama 7 hari usaha mediasi harus sudah dapat dimulai dan dalam waktu paling lama 30 hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak yang terkait. | 36-45 |
Transaksi swap dan derivatif bentuk perjanjian dan kerahasiaannya | Dari judul tulisan ini, jelas bisa dibedakan antara Transaksi Swap dengan Transaksi Derivatif. Pembedaan tersebut terjadi karena pengertian Transaksi Swap Swap itu sendiri adalah: transaksi dimana masing-masing dari kedua belah pihak yang terlibat menyetujui dan mengikatkan diri untuk melakukan pembayaran secara berkala kepada pihak lainnya, dimana pembayaran masing-masing pihak tersebut dikalkulasikan dengan merujuk pada suku bunga yang berbeda (dalam hal interest rate swap) atau nilai tukar dari dua mata uang yang berbeda (dalam hal currency swap) atau keduanya (dalam hal cross currency swap) dan jumlah pembayaran tersebut ditentukan dengan menerapkan/mengaplikasikan suku bunga dan/atau nilai tukar tersebut dengan jumlah pokok tertentu yang disepakati para pihak untuk keperluan kalkulasi tersebut saja (notional amount/calculation amount) yang dapat dinyatakan dalam mata uang yang berbeda. | 46-55 |
Lembaga jaminan kredit dan pelaksanaannya secara paksa | Undang-undang Kepailitan tahun 1998 yang merupakan pembaharuan atas UU warisan zaman Belanda tidak dapat terlepas dari KUH Perdata dan KUH Dagang, yang berdasar azas konkordansi telah diberlakukan di Indonesia. Hukum Perdata Barat yang diatur Dalam BW (KUH Perdata) membagi benda dalam benda bergerak, benda tidak bergerak dan benda berwujud; sementara Hukum Adat membedakan benda dalam dua golongan saja, yaitu tanah dan bukan tanah. Perbedaan-perbedaan itu sangat berpengaruh terhadap lembaga penjaminan kredit. | 57-65 |
Famous and well-known trade marks versus domain names in cyberspace | The tension that exists between the nature of the two systems has been exacerbated by a number of predatory and parasitical practices that have been adopted by some to exploit the lack of connection between the purposes for which the Domain Name System (DNS) was designed and those for which intellectual protection exists. These practices include the deliberate, bad faith registration as domain names of well-known and other trademarks in the hope of being able to sell the domain names to the owners of those marks, or simply to take unfair advantage of the reputation attached to those marks. | 68-73 |