Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26, No. 2, Tahun 2007 | Perpustakaan Universitas Bhayangakara Jakarta Raya
Advanced SearchJurnal Hukum Bisnis, Volume 26, No. 2, Tahun 2007
Informasi Detil
Volume |
Vol. 26, No. 2, Tahun 2007
|
---|---|
Penerbit | Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis : jakarta., 2007 |
ISSN |
0852/4912
|
Subyek |
Artikel Jurnal
Judul | Abstract | Halaman |
---|---|---|
Risiko-risiko dalam eksplorasi dan eksploitasi pertambangan serta perlindungan hukum terhadap para pihak: Dari perspektif Hukum Pertambangan | Sumber daya alam pertambangan adalah sumber daya tidak terbarukan (unrenewable resources), dalam pengelolaan dan pengusa-haannya dibutuhkan kehati-hatian dan ketelitian, agar dapat bermanfaat secara adil kepada semua pihak yang terkait (stakeholders). Mengingat karakteristik usaha pertambangan yang penuhrisiko, maka dalam pengelolaan dan pengusahaannya dibutuhkan perlindungan danjaminan kepastian hukum baik kepada masyarakat sebagai common property atas bahan galian,pengusaha sebagai pengelola (investor), dan pemerintah se-bagai regulator maupun kepada generasi yang akan datang, Oleh karena itu, dibutuhkan instrumen hukum yang mampu memuat prinsip-prinsip social-justice, balances, good mining practice, equity, dan sustainability yang bermuara kepada terciptanya kesejahteraan umum dan sebesar-besar kemakmuran rakyat. | 5-15 |
Praktik perjanjian bagi hasil minyak dan gas bumi dalam perspektif hukum Indonesia | Ketiadaan peraturan pemerintah yang menentukan syarat-syarat kerja sama ini kelihatannya tidak terlalu menganggu karena Pertamina telah membuat syarat-syarat kerja sama tersebut yang dituangkan dalam suatu model PSC yang biasanya dilampirkan oleh Pertamina di dalam dokumen penawaran atas suatu wilayah kerja yang akan ditenderkan. Biasanya sebagian besar ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam model PSC tersebut tidak dapat dinegosiasikan lagi, kecuali bagian-bagian yang berkenaan dengan Bonus, Anggaran dan Program Kerja dan penyisihan wilayah kerja yang biasanya harus diisi oleh kontraktor pada waktu melakukan penawaran. | 17-21 |
Kebijakan pengelolaan kawasan hutan dan kegiatan pertambangan | Masalah kebakaran hutan (forest fire) juga merupakan masalah dalam pengelolaan hutan sejak tahun 1997-1998 yang telah merusak 9,75 juta hektar kawasan hutan dan hal ini terjadi setiap tahun. Di tahun 2006 ini bahkan terjadi kebakaran di Taman Nasional Tesonilo yang terletak di Provinsi Riau. Taman Nasional ini merupakan tempat habitat gajah Sumatera yang saat ini tempat hidupnya makin sempit akibat kebijakan pembangunan yang sangat bermuatan antroposentris. Permasalahan lain yang terkait dengan masalah pengelolaan hutan adalah hak ulayat atas hutan menjadi hal yang perlu ditangani secara serius. Terkait dengan masalah hak-hak masyarakat hukum adat atas hutan. Selain itu, permasalahan yang sangat menonjol saat ini dalam pengelolaan kawasan hutan adalah adanya tumpang tindih kegiatan pengelolaan hutan dengan kegiatan pertambangan di kawasan hutan. | 22-30 |
Peranan asuransi comprehensive general lialibility pada kegiatan usaha eksplorasi minyak dan gas bumi | Kegiatan usaha eksplorasi minyak dan gas bumi dapat menimbulkan kerugian kepada pihak ketiga atau anggota masyarakat yang bermukim di sekitar lokasi eksplorasi. Kerugian dimaksud dapat berupa luka/cedera badan, cacat atau meninggal dunia, dan kerugian atas harta benda termasuk infrastruktur/sarana umum seperti jalan raya dan rel kereta api yang berada di atau melewati lokasi eksplorasi. Nilai kerugian yang terjadi dapat bervariasi dari nilai kerugian kecil, menengah, atau dalam jumlah yang besar, sebagaimana terjadi dalam kegiatan eksplorasi yang dilakulan oleh PT Lapindo Brantas di Desa Porong Sidoarjo. Risiko terjadinya kerugian seperti itu sebenarnya dapat dialihkan kepada perusahaan asuransi melalui asuransi tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga atau asuransi tanggung gugat yang dalam industri asuransi lebih dikenal dengan nama Comprehensive General Liability Insurance (CGL Insurance). | 31-36 |
Partisipasi negara berkembang pada proses hukum di WTO: Antara harapan dan permasalahan | Partisipasi negara-negara berkembang dalam proses penyelesaian sengketa WTO telah meningkat dibandingkan hal yang sama pada era GATT 1947. Kasus pertama yang dibahas sebelum dibawa ke forum penyelesaian sengketa WTO adalah kasus negara berkembang. Hal ini antara lain disebabkan besarnya harapan bahwa sistem ini akan lebih menjamin hak-hak mereka dalam sistem perdagangan multilateral. Sekali pun sejumlah hasil positif telah dicapai namun permasalahan yang harus diatasi masih sangat besar. Permasalahan ini antara lain bersumber pada kurangnya kemampuan di berbagai aspek seperti lemahnya kemampuan sumber daya manusia dan finansial yang mereka hadapi dalam suatu proses hukum di arena internasional a.l. forum penyelesaisan sengketa WTO. Lebih parah lagi sejumlah negara maju masih menjalankan kebijakan perdagangan yang tidak fair terhadap negara berkembang. | 51-62 |
Peran obligasi negara dalam hukum anggaran Indonesia | Surat Utang Negara (SUN) adalah surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah atau valuta asing yang dikeluarkan pemerintah yang pembayaran pokok dan bunganya kepada pemegang SUN dijamin negara/pemerintah sesuai masa berlakunya. Ada dua jenis SUN menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2002 yaitu Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dan Obligasi Negara (ON). SPN berjangka waktu satu tahun sedangkan ON berjangka waktu lebih dari satu tahun. Tujuan utama SUN adalah menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemerintah mempunyai tiga pilihan untuk menutup defisit APBN yaitu, dana hasil privatisasi BUMN, penerbitan Surat Utang Negara (SUN), dan dana pinjaman hibah luar negeri (PHLN). Kewajiban pemerintah sebagai penerbit Obligasi Negara (ON) adalah membayar bunga dan pokok (disebut kupon) kepada pemegang ON sama seperti kewajiban debitor kepada kreditor. Dana untuk membayar kupon bersumber dari pendapatan Negara, pemerintah harus cermat mengelola pos-pos pengeluaran Negara agar cukup tersedia dana dalam APBN untuk membayar kupon ON. Jadi peran ON bukan hanya menutup defisit APBN tetapi juga sebagai sumber alternatif pembiayaan negara. | 37-50 |
Perjanjian distribusi menurut hukum persaingan usaha | Pasar di mana terdapat pelaku usaha yang memiliki posisi dominan, maka sistem distribusi pelaku usaha tersebut menjadi penting dan harus menjadi perhatian hukum persaingan. Posisi dominan yang dimiliki oleh suatu pelaku usaha mengindikasikan lemahnya tekanan persaingan dari pelaku usaha lain (inter-brand competition) pada pasar tersebut. Pada kondisi tersebut persaingan terjadi di dalam merek yang sama (intra-brand competition), sehingga harus dijaga agar konsumen tidak dirugikan dan atau tidak kehilangan kebebasannya dalam menentukan pilihan. Undang-undang Anti monopoli dan Larangan Persaingan Usaha Tidak Sehat No. 5 Tahun 1999 menganut dua asas per se illegal dan rule of reason dalam mengawasi persaingan usaha di Indonesia. Untuk menangkap semua bentuk perjanjian distribusi yang anti-persaingan, selain pasal 15 perlu diterapkan pasal-pasal lain (pasal 19 dan pasal 25) yang bisa menjangkau perjanjian-perjanjian distribusi yang anti persaingan secara lebih luas. | 63-66 |