Jurnal Keamanan Nasional Volume II, Nomor 1, 2016

Informasi Detil

Volume
Volume II, Nomor 1, 2016
Penerbit Pusat Kajian Keamanan Nasional Universitas Bhayangkara Jakarta Raya : jakarta.,
ISSN
2442-7985
Subyek

Artikel Jurnal

JudulAbstractHalaman
Gerakan Terorisme Tahun 2015: Pola Serangan, Jumlah Korban dan Wajah Baru Global JihadTulisan ini mengulas tentang aksi teror yang terjadi sepanjang tahun 2015. Data teror bersumber dari pemberitaan media massa baik nasional maupun internasional. Data dikelompokkan menjadi beberapa kelompok; pola serangan, jumlah korban, dan jumlah serangan organisasi terorisme, yang kemudian dianalisis secara deskriptif. ISIS menjadi organisasi terorisme paling mematikan di tahun 2015, diikuti oleh Boko Haram dan Taliban. Data teror 2015 menunjukkan bahwa Al-Qaeda tidak lagi menjadi ancaman terorisme yang mematikan. Jumlah serangan Al-Qaeda lebih kecil dibandingkan Taliban, ISIS maupun Boko Haram. ISIS menjadi wajah baru global jihad pasca Al-Qaeda. Konsep Jihad ISIS adalah “Jihad untuk Negara Islam” sementara Al-Qaeda “Jihad fi Sabilillah”.1-18
Kontradiksi Pandangan HTI Atas PancasilaSebagai gerakan Islam trans-nasional, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melakukan penghalusan pandangan atas dasar negara Republik Indonesia, yakni Pancasila. Di tahun 1990, secara eksplisit ia mengafirkan Pancasila karena memuat kemajemukan agama dan deideologi, padahal hanya Islam, agama dan ideologi yang benar. Pada tahun 2012, HTI melunakkan pandangannya dengan menyebut Pancasila sebagai set of philosophy: rangkaian filsafat buatan manusia. Sayangnya sebagai filsafat buatan manusia, status Pancasila tetap berada di bawah Islam yang dipahami sebagai ideologi ketuhanan. Keinginan menegakkan syariah dan khilafah didasarkan pada keberadaan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila. Dengan demikian, hal tersebut merupakan hak umat Islam. Inilah kontradiksi pandangan HTI, yang menerima Pancasila namun menempatkannya di bawah bangunan politik ideologisnya, khilafah Islamiyah.19-34
Sinergi TNI-POLRI Dalam Deradikalisasi Terorisme di IndonesiaRadikalisme memiliki keterkaitan erat dengan terorisme, keduanya merupakan tindakan kekerasan atau ancaman bagi kehidupan masyarakat. Tindak kejahatan tersebut sesungguhnya dilakukan oleh sekelompok minoritas yang menolak dan sekaligus tidak percaya lagi pada sistem dan proses demokrasi yang ada. Gerakan tersebut menginginkan adanya perubahan sosial dan politik secara drastis dengan kekerasan, sedangkan agama dijadikan sebagai fondasi yang dipahami secara ekstrem. Keberadaan paham radikalisme memunculkan upaya untuk menanggulanginya, salah satunya adalah deradikalisme. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah upaya yang dilakukan para stakeholders yang bertanggungjawab mengemban tugas tersebut. Peran TNI-Polri dalam upaya deradikalisme perkembangan terorisme di Indonesia dinaungi oleh undang-undang, meskipun pada tataran lain, upaya yang dijalankan dipandang oleh banyak pihak masih belum terjadi sinergi yang optimal.35-58
Ahmadiyah dan Hak Atas Kebebasan Beragama di IndonesiaKasus Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah fenomena kekerasan berbasis agama dan kebebasan beragama yang menarik perhatian publik. Di samping kasusnya sangat banyak, pengikut organisasi ini berjumlah lebih dari 300.000 orang di seluruh pelosok tanah air, juga mengundang pro-kontra yang berkepanjangan. Penelitian ini ingin mengetahui lebih jauh tentang isu hak-hak sipil kelompok minoritas, terutama hak kebebasan beragama yang menjadi komponen penting dalam prinsip Hak Asasi Manusia. Penulis berkesimpulan bahwa reformasi 1998 sekalipun memberikan kemajuan berarti dalam rangka perlindungan terhadap hak minoritas dan jaminan kebebasan beragama, namun masih ditemukan beberapa kebijakan diskriminatif dan praktek diskriminasi yang berlawanan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Kasus Ahmadiyah adalah contoh potret kebijakan diskriminatif pemerintah dan negara yang kemudian dipakai sebagai alat legitimasi oleh kelompok anti-ahmadiyah untuk melakukan persekusi dan kekerasan terhadap warga Ahmadiyah. Penanganan kasus Ahmadiyah cenderung mengikuti tekanan massa sebagai kelompok mayoritas sehingga pemolisian konflik agama mengalami ambiguitas.59-76
E-Polmas: Paradigma Baru Pemolisian Masyarakat Era DigitalTulisan ini memberikan perpekstif baru tentang polmas di era digital dengan menggunakan studi kasus kejahatan cyber crime di Polrestabes Semarang. Berdasarkan tingginya angka kejahatan berbasis teknologi yang ditangani kepolisian maka ada kebutuhan mendesak untuk melakukan kajian ulang terhadap pendekatan polmas yang selama ini ada. Penulis memberikan sebuah pandangan baru konsep polmas era digital atau E-Polmas. E-Polmas merupakan pengembangan dari konsep Polmas yang sudah ada, akan tetapi menitikberatkan kepada media yang digunakan untuk menyampaikan pesan kamtibmas kepada masyarakat. Yang semula dilaksanakan secara manual konvensional, dirubah menjadi cara online dengan memanfaatkan media sosial yang sudah ada.77-110
Disharmoni Hak Migran di Wilayah Perbatasan Berimplikasi Kejahatan Perdagangan Manusia di Luar NegeriGlobalisasi migran merupakan hak migran untuk mencari peluang kehidupan yang lebih baik di daerah tujuan.Tidak selamanya tujuan migrasi sesuai harapan, terdapat fenomena kasus keimigrasian dan korban perdagangan manusia bagi buruh migran Indonesia di luar negeri yang berimplikasi terhadap kewibawaan pemerintah Republik Indonesia. Permasalahan terjadi karena adanya disharmoni hak migran yang dihadapkan pada dua pilihan yang belum terselesaikan antara pemahaman prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia dengan prinsip-prinsip penegakan hukum keimigrasian. Melalui pemolisian diharapkan dapat mengatasi permasalahan dengan mengedepankan kemitraan antara masyarakat dan pemangku kepentingan untuk menciptakan keteraturan sosial.111-140
Resonasi Kebangsaan: Pancasila dalam Pusaran GlobalisasiGlobalisasi menghadirkan tatanan baru dunia yang lebih terbuka akan informasi dan modernisasi. Globalisasi tidak hanya memberikan nilai positif bagi kehidupan manusia, tetapi juga tidak lepas dari pengaruh negatif yang dibawanya dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Dihadapkan pada persoalan globalisasi, tulisan ini memberikan potret bagaimana implementasi Pancasila sebagai sumber nilai bagi adanya hukum dan kepribadian bangsa Indonesia di tengah-tengah pusaran globalisasi. Pancasila dalam pusaran globalisasi harus tetap menjadi prinsip dan ideologi kebangsaan yang mampu membangkitkan keyakinan dan rasa percaya diri bahwa kita adalah bangsa yang terhormat di dunia bukan sebaliknya.141-158
Book Review159-168



Informasi


DETAIL CANTUMAN


Kembali ke sebelumnyaXML DetailCite this