Stigma negatif terkait polisi sudah lama muncul dalam beberapa tahun belakangan ini, terutama pada media sosial yang seringkali membahas tingkah laku yang tidak pantas dilakukan oleh sejumlah oknum polisi. Sehingga mengakibatkan citra polisi menjadi buruk karena tindakan beberapa oknum tersebut. Kehadiran Humas Polri sangatlah dibutuhkan untuk memberikan pendampingan dalam menjembatani pelaksanaan terkait masalah yang dihadapi Polri. Hadirnya media sosial menciptakan revolusi baru di internet dan mengubah praktik dalm hubungan masyarakat, tentunya pengelolaan media sosial pada konten memilki peran penting dalam mempertahankan citra dari instansi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pengelolaan media sosial Divisi Humas Polri dalam mempertahankan citra instansi. Peneliti menggunakan pendekatan deskriptif dengan metode kualitatif, melibatkan teknik pengumpulan data obeservasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari penggunaan teori Henry Fayol yaitu Planning (Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Commanding (Pengarahan), Coordinating (Koordinasi), Controlling (Pengendalian). Namun masih terdapat kekurangan, seperti terdapat respon dari publik Divisi Humas Polri belum menjawab sebagain besar pertanyaan dari pengikut yang berkomentar pada akun instagram @divisihumaspolri. Sehingga tim dari pengelola media sosial Divisi Humas Polri menemui kendala dalam lonjakkan komentar dari netizen pada saat terjadi kasus, seperti dalam kasus Akp. Dadang Iskandar.