Tindak pidana yang dilakukan dengan pembelaan terpaksa disebut juga dengan Noordweer. Pembelaan terpaksa dapat diartikan sebagai pembelaan darurat untuk diri sendiri maupun orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun untuk orang lain, karena ada serangan yang dilakukan atau ancaman serangan yang sangat dekat. Pasal ini mengatur alasan penghapusan pidana yaitu alasan pembenar karena perbuatan pembelaan darurat bukan perbuatan melawan hukum. Pelaksanaan itu harus ditinjau dari banyak sudut, seperti yang dipaksa itu lebih lemah, dari pihak orang yang memaksa, apakah pasukan itu betul-betul seimbang ataupun adil, dan sebagainya sebagaimana yang terlihat dalam contoh kasus dengan Putusan Perkara Nomor 373/Pid.B/2020/Pn. Pdg. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dilihat bahwa kedudukan Pasal 49 KUHPidana dalam kitab undang-undang hukum pidana Indonesia merupakan Pasal yang diberlakukan kepada siapa saja yang melakukan pembelaan dengan cara terpaksa namun seharusnya pembelaan terpaksa tersebut tidak dilakukan dengan berlebihan. Dalam praktik di lapangan, Pasal 49 KUHP ini mengalami inkonsistensi. Terdapat beberapa kasus terkait di mana tersangka tetap dikenai sanksi pidana walaupun telah terkumpul bukti yang kuat bahwa mereka melakukan pembelaan darurat.