Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur tentang pelanggaran atau tindak pidana pengguguran kandungan yang bisa juga disebut aborsi, hal tersebut diatur dalam Pasal 299, 346, 347, dan 348 serta Pasal 349. Pasal ini secara tegas melarang melakukan aborsi dengan alasan apapun. Adapun aborsi atau abortus secara buatan dibedakan menjadi dua macam yaitu: bersifat legal (abortus provocatus therapeuticus) dan bersifat illegal (abortus provocatus criminalis). Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut. Pertama, Apakah hukuman terhadap pelaku abortus yang terdapat dalam putusan nomor 57-K/PM.III-19/AD/III/2021 yang diatur dalam undang-undang sudah sepadan dengan perbuatanya?. Kedua, Bagaimana penetapan hukuman kepada pelaku abortus yang terdapat dalam putusan nomor 57-K/PM.III-19/AD/III/2021 dengan berpedoman kepada teori pemidanaan gabungan?. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui apakah hukuman yang dijatuhi oleh hakim kepada si pelaku sudah sepadan dengan perbuatanya dan untuk mengetahui bagaimana pertanggungawaban hukum terhadap pelaku atas perbuatan yang dilakukanya dengan berpedoman kepada teori pemidanaan gabungan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif yaitu menelusuri peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku hukum, jurnal- jurnal hukum, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penelitian. Hasil penelitian ini dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 299 Ayat (1) pengaturan hukum yang dikenakan kepada pelaku tindak pidana abortus provocatus kurang sepadan dengan perbuatanya dan pertanggungjawaban hukum yang sepadan dengan perbuatan pelaku tindak pidana abortus provocatus harus lebih berat dari 1 (satu tahun). Hal tersebut bila di tinjau dengan teori pemidanaan gabungan yang tujuan dari pidana itu membalas kesalahan penjahat dan juga ditujukan untuk melindungi masyarakat.