Indonesia sebagai negara hukum yang menjamin hak privasi bagi korban yang merupakan pihak paling dirugikan dari terjadinya tindak pidana kesusilaan. Hak privasi korban juga berlaku dalam publikasi putusan pengadilan yang dilakukan dengan mengunggah ke dalam Direktori Putusan Mahkamah Agung. Oleh karena itu, publikasi putusan yang dilakukan demi memenuhi hak publik atas informasi harus mengaburkan identitas korban tindak pidana kesusilaan, agar dalam implementasinya tidak melanggar hak privasi korban tersebut. Akan tetapi, ditemukan putusan-putusan yang tidak menerapkan prosedur sesuai ketentuan yang berlaku dan masih mencantumkan identitas korban dalam publikasinya sehingga melanggar hak privasi korban tindak pidana kesusilaan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pertanggungjawaban Mahkamah Agung terhadap korban tindak pidana kesusilaan yang tidak dirahasiakan identitasnya dalam publikasi putusan pengadilan dan bentuk perlindungan hukum terhadap hak privasi korban tindak pidana kesusilaan dalam publikasi putusan. Demi mencapai tujuan tersebut, penelitian ini dilakukan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan pendekatan kasus (Case Approach), serta teknik pengumpulan sumber bahan hukum yaitu teknik kajian pustaka. Penelitian ini menghasilkan simpulan bahwa pertanggungjawaban hukum baik berupa sanksi administrasi ataupun sanksi pidana belum diterapkan secara optimal, begitu pula dengan bentuk perlindungan hukum preventif sebagai bentuk pencegahan dilanggarnya hak privasi korban sehingga diatur tata cara pengaburan identitas korban sebelum putusan dipublikasikan. Adapun dalam kasus identitas korban tindak pidana kesusilaan tidak dirahasiakan dalam publikasi putusan, kemudian informasi yang memuat identitas korban tersebut ditarik kembali dan dihapus publikasinya. Secara yuridis, pelaksana pelayanan informasi Mahkamah Agung telah menjalankan fungsinya sebagai salah satu tindakan perlindungan hukum terhadap hak privasi korban. Namun, perlindungan hukum preventif ataupun represif dapat dikatakan masih belum diterapkan secara optimal, sehingga masih ditemukan putusan-putusan yang tidak mengaburkan identitas korban dalam publikasi putusannya. Dalam hal terjadi pelanggaran, juga terbatas pada penghapusan identitas yang terpublikasi.