Kasus pencemaran nama baik merupakan isu yang semakin relevan di era digital, terutama pada tahun 2024, di mana Undang-Undang ITE sering dianggap sebagai regulasi yang membatasi hak kebebasan berekspresi. Meskipun pada tujuan utamanya Undang-Undang ITE dirancang untuk melindungi masyarakat dari penyebaran informasi yang merugikan hak-hak individu, banyak pihak berpendapat bahwa penerapannya sering kali tidak seimbang dan dapat disalahgunakan untuk mengekang kritik atau pendapat yang sah. Dengan menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang- undangan dan studi kasus serta studi literatur yang ada guna menjawab dua permasalahan penelitian yakni pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pencemaran nama baik melalui media sosial dan formulasi kebijakan pidana yang akan datang terkait dengan penghinaan atau pencemaran nama baik melalui media sosial. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam konteks penegakkan hukum pidana, Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE berfungsi sebagai alat untuk menegakkan hukum terhadap pelaku pencemaran nama baik yang dilakukan melalui media sosial. Penegakkan hukum terhadap pelaku pencemaran nama baik yang dilakukan melalui media sosial diatur dalam Undang-Undang ITE khususnya pada Pasal 27A junto Pasal 45. Meskipun ada kritik yang menyatakan bahwa Undang-Undang ITE dapat membatasi kebebasan berekspresi, penting untuk dicatat bahwa tujuan utama dari undang-undang ini adalah untuk menciptakan ruang digital yang aman, di mana hak individu untuk berekspresi tidak mengorbankan hak orang lain. Namun, penting untuk dicatat bahwa jika tuduhan pencemaran nama baik tersebut tidak dapat dibuktikan, pelapor dapat dikenakan pasal fitnah. Kemudian untuk formulasi Kebijakan Pidana Yang Akan Datang Terkait Dengan Penghinaan Atau Pencemaran Nama Baik Melalui Media Sosial perlu mempertimbangkan beberapa aspek dalam merumuskan kebijakan yang ideal terkait dengan penghinaan atau pencemaran nama baik, antara lain: 1) Revisi Kembali beberapa Pasal yang bias di dalam Undang-Undang ITE; 2) Penyempurnaan Definisi dan Penafsiran, seperti frasa “orang lain”, “kepentingan umum” dan “penghinaan” 3) Penambahan kriteria Objektif; 4) Batasan pada Kritik terhadap Pemerintah; 5) Penegakkan hukum yang lebih proporsional dan transparan; 6) Peran dari Pasal 433 KUHP Baru; 7) Integrasi antara Undang-Undang ITE dan KUHP Baru.