Sistem pemidanaan di Indonesia masih didominasi oleh pendekatan punitif, dengan penjara sebagai bentuk utama hukuman. Namun, tingkat residivisme yang tinggi menunjukkan bahwa pendekatan ini belum efektif dalam mencegah pelaku kejahatan mengulangi tindakannya. Penelitian ini mengkaji efektivitas pembinaan psikologi dalam proses pemidanaan yang rehabilitatif untuk menekan angka resdivisme dan mengusulkan adanya formulasi kebijakan pidana sebagai upaya mengurangi residivisme melalui pembinaan psikologi. Dengan metode penelitian yuridis empiris yang didukung wawancara, penelitian ini mengevaluasi kebijakan pemasyarakatan dan usulan perubahan undang-undang untuk mengintegrasikan terapi psikologi sebagai bagian dari rehabilitasi wajib. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi psikologi memiliki efektivitas tinggi dalam mencegah residivisme dibandingkan dengan pelatihan keterampilan kerja atau program religius dengan tingkat keberhasilan mencapai 95%. Namun, implementasi program ini di Indonesia menghadapi berbagai tantangan, seperti keterbatasan jumlah psikolog profesional, fasilitas, anggaran, dan stigma masyarakat terhadap narapidana. Selain itu, belum ada dasar hukum yang mengatur kewajiban terapi psikologi dalam rehabilitasi narapidana. Oleh karena itu, penelitian ini merekomendasikan perubahan undang-undang untuk memasukkan terapi psikologi dalam putusan pengadilan, terutama bagi narapidana dengan risiko residivisme tinggi. Integrasi terapi psikologi dalam sistem pemasyarakatan dapat memperkuat pendekatan rehabilitatif yang berfokus pada perubahan perilaku, mendorong reintegrasi sosial narapidana, dan menciptakan masyarakat yang lebih aman. Studi ini diharapkan menjadi rujukan bagi pembuat kebijakan dalam merumuskan kebijakan pemidanaan yang lebih efektif dan berbasis bukti untuk menekan angka residivisme di Indonesia.

T00574

MH 0011 2025

Bekasi

Tersedia