Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bentuk komunikasi dan pengalaman anggota Densus 88 AT Polri dalam program deradikalisasi terhadap eks narapidana terorisme (eks napiter) di wilayah Sulawesi Selatan. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dengan metode fenomenologi, yang menggali pengalaman subjektif informan. Teori Interaksi Simbolik dari George H. Mead dan pendekatan fenomenologi Engkus Kuswarno digunakan sebagai landasan analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi yang dibangun oleh anggota Densus 88 bersifat personal dan empatik, menggunakan simbol-simbol verbal dan non-verbal untuk menciptakan rasa aman dan kepercayaan. Bahasa yang inklusif seperti sapaan “saudara binaan” dan aktivitas sosial seperti olahraga bersama digunakan untuk mendekatkan diri dengan eks napiter. Keberhasilan program deradikalisasi tidak hanya bergantung pada aparat keamanan, tetapi juga melibatkan stakeholder seperti Kemenag, pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan lembaga sosial. Pelatihan keterampilan, kegiatan keagamaan, dan pendampingan sosial turut memperkuat proses integrasi eks napiter ke masyarakat. Penelitian ini menyimpulkan bahwa komunikasi yang bersifat simbolik, konsisten, dan manusiawi memiliki peran penting dalam mendukung keberhasilan deradikalisasi. Temuan ini memberikan kontribusi praktis dalam penguatan pendekatan komunikasi dalam program kontra-radikalisme yang berkelanjutan.