Fenomena cyberbullying di era digital semakin kompleks, khususnya ketika klarifikasi publik yang bertujuan meredam konflik justru memperburuk keadaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bentuk klarifikasi dan bentuk cyberbullying dalam film Budi Pekerti. Menggunakan metode kualitatif dengan analisis isi deskriptif, data dikumpulkan melalui observasi mendalam dan dokumentasi terhadap adegan-adegan film. Hasil penelitian menunjukkan bahwa klarifikasi yang dilakukan oleh tokoh Bu Prani tidak meredakan krisis, tetapi justru memicu serangan digital yang meluas. Klarifikasi Berdasarkan teori Situational Crisis Communication Theory (SCCT) dan bentuk cyberbullying dari Willard (2007), ditemukan bahwa klarifikasi tersebut menimbulkan berbagai bentuk kekerasan digital, seperti flaming, harassment, denigration, Impersonation , outing, dan exclusion. Klarifikasi yang tidak dirancang dengan strategi komunikasi krisis yang tepat memperbesar framing negatif terhadap tokoh utama di ruang digital. Penelitian ini menekankan pentingnya pemahaman strategi komunikasi, framing media, dan literasi digital dalam merespons krisis di era media sosial, serta memberikan kontribusi dalam kajian komunikasi massa dan representasi media dalam film.