Pengalihan hak tanggungan atas tanah dan bangunan melalui mekanisme cessie merupakan praktik umum dalam sektor pembiayaan, namun seringkali menimbulkan permasalahan hukum yang kompleks. Salah satu isu utama yang muncul adalah kepastian hukum bagi pihak-pihak terkait, khususnya bagi penerima cessie sebagai pihak yang memperoleh hak atas tagihan dari kreditur sebelumnya. Permasalahan muncul ketika debitur baru mengajukan permohonan balik nama sertipikat di Badan Pertanahan Nasional tanpa kehadiran atau persetujuan debitur lama, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai kesesuaian tindakan tersebut dengan prinsip hukum hak tanggungan dan perlindungan hukum terhadap para pihak. Penelitian ini penting dilakukan karena adanya kekosongan pengaturan hukum secara spesifik mengenai perlindungan bagi penerima cessie dalam praktik pengalihan hak tanggungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kewenangan hakim dalam menetapkan permohonan balik nama hak tanggungan oleh debitur baru, serta menelaah bagaimana perlindungan hukum diberikan kepada pihak penerima cessie dalam konteks hukum pertanahan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dan yuridis empiris dengan pendekatan studi kepustakaan dan analisis kualitatif terhadap Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor 362/Pdt.G/2022/PN Smg sebagai studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalihan hak tanggungan melalui cessie yang tidak disertai pemberitahuan maupun persetujuan dari debitur awal dapat menimbulkan cacat hukum dalam proses eksekusi hak tanggungan. Putusan Pengadilan Negeri Semarang yang memperkenankan balik nama sertifikat tanpa pelibatan pemegang hak tanggungan awal dinilai tidak selaras dengan ketentuan Undang-Undang Hak Tanggungan dan asas kepastian hukum. Kesimpulannya, diperlukan penguatan regulasi dan kehati- hatian dalam pengalihan hak tanggungan, serta hakim perlu memperhatikan prinsip legalitas dan perlindungan terhadap debitur dalam mengambil keputusan.

S11765

FH 0074 2025

Bekasi

Tersedia