Alkohol adalah minuman yang mengandung ethanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, baik dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambahkan bahan lain atau tidak, maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan ethanol atau dengan cara pengenceran minuman mengandung ethanol. Minuman beralkohol merupakan bagian pangan yang pada peredarannya memerlukan pengawasan khusus, karena pada dasarnya minuman beralkohol merupakan bagian pangan yang berpotensi menimbulkan masalah baik secara individual maupun masyarakat. Minuman beralkohol di identikan dekat dengan kriminal karena kandungan alkohol dapat memicu penyimpangan prilaku kepada pengonsumsinya, pelaku dapat berprilaku spontanitas tanpa kontrol dari pikiran sehingga rentan melakukan tindak pidana. Maka dari itu peraturan dan penegakan hukum harus memberikan kepastian yang jelas supaya peredaran alkohol non cukai ini dapat di awasi dan juga di Batasi oleh pemerintah yang mana itu menjadi urgensi di Indonesia tujuan dari pada penelitian ini adalah Untuk mengetahui ketentuan Pasal 54 Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai apakah mengandung kekaburan norma pada pasal tersebut dan juga untuk mengetahui penegakan hukum yang sudah di lakukan oleh instansi dalam memberantas peredaran minuman alkohol. Hal ini dilakukan supaya regulasi dan penegakan hukum peredaran minuman alkohol non cukai bisa efektif. Dalam melakukan penelitian penulis menggunakan metode penulisan yuridis normatif. Pasal 54 Undang-undang tentang cukai memiliki kekaburan norma yang membuat efektifitas pasal tersebut kurang efektif dalam implementasi di lapangan. Maka dari itu perlu adanya Langkah mengamandemen pasal 54 supaya lebih jelas dan tidak multitafsir.