Perkembangan pada jaman sekarang memberi dampak yang signifikan dalam dunia kesehatan dan juga kecantikan. Kesehatan merupakan keinginan yang didambakan oleh manusia, begitu juga kecantikan bagi beberapa pendapat orang-orang. Masa kini kedokteran tidak hanya mengurus permasalahan kesehatan, namun juga mengurus terkait kecantikan. Maka demikian, tidak dapat dipungkiri adanya malpraktik dalam penanganan operasi kecantikan. Malpraktik tersebut dapat berupa luka berat, cacat permanen, bahkan kematian. Fenomena malpraktik kedokteran tidak jarang terjadi di masa kini dan telah menimbulkan korban yang mendapat kerugian-kerugian seperti yang telah disebutkan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pertanggungjawaban pidana yang diberikan terhadap dokter yang melakukan tindakan malpraktik yang memberikan dampak cacat permanen terhadap pasien atau korban. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif, dengan berdasarkan putusan pengadilan yang relavan dan dengan pendekatan peraturan perundang- undangan. Data-data yang digunakan dalam penulisan ini diperoleh melalui studi kepustakaan dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengaturan mengenai pertanggungjawaban pidana dokter yang melakukan tindakan malpraktik terhadap pasien yang mengakibatkan cacat permanen telah diatur tegas dalam Pasal 440 ayat (1) Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2023. Akan tetapi ada beberapa alasan dimana pasal tersebut bukanlah satu-satunya jalan keluar bagi para penegak hukum, seperti alasan adanya dualistis hukum dan asas subsidiaritas. Pada beberapa praktiknya, pertanggungjawaban pidana yang diberikan oleh hakim kepada pelaku tindakan malpraktik terlalu ringan. Hal ini menyebabkan adanya perasaan ketidak adilan bagi korban yang mengalami kerugian.

S11781

FH 0090 2025

Bekasi

Tersedia