Pembangunan untuk kepentingan umum harus mengutamakan prinsip kemanusiaan, demokrasi, dan keadilan dalam proses pembebasan tanah guna mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera sesuai Pancasila dan UUD 1945. Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) berperan menilai ganti rugi aset masyarakat dalam pengadaan tanah, yang diatur dalam UU No. 2 Tahun 2012. Meski aktivitas penilaian kini lebih banyak dibanding sepuluh tahun lalu, persoalan sering muncul akibat kesenjangan kesepakatan antara pemilik tanah dan pihak pengambilalihan terkait besaran ganti rugi. Pemilik tanah diberi ganti dengan cara yang dianggap tidak pantas dan tidak adil, dan yang tidak memajukan kesejahteraan lingkungan, yang mengarah ke masalah hukum (tuntutan hukum). Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif melalui studi literatur (buku, jurnal, peraturan, dan putusan hukum) untuk menganalisis studi kasus. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan studi kasus yang berkaitan dengan topik penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penentuan kompensasi yang tepat dan adil dalam proses pengadaan tanah sangat penting untuk menjamin kesejahteraan masyarakat. Saat ini, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum telah resmi diberlakukan sebagai landasan hukum pengambilalihan tanah demi kepentingan publik. Dalam hal ini, diperlukan regulasi yang komprehensif dan mudah diterapkan, dilengkapi prosedur yang sederhana, transparan, serta berlandaskan prinsip integritas dan keadilan untuk menjamin kepastian hukum. Pemerintah juga diharapkan dapat menyusun solusi untuk mengurangi dampak negatif bagi pemilik tanah yang terdampak, sambil meningkatkan manfaat positif bagi masyarakat luas. Di sisi lain, Kantor Jasa Penilai Publik perlu mengusulkan peningkatan status RUU Penilai menjadi Undang- Undang Penilai yang perlu segera disahkan oleh DPR. Hal ini bertujuan agar profesi penilai dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara legal tanpa risiko kriminalisasi dari pihak lain.