Pidana Indonesia. Pencemaran lingkungan laut akibat aktivitas korporasi, seperti tumpahan minyak, menjadi isu krusial di Indonesia sebagai negara kepulauan dengan kekayaan laut yang melimpah. Kerusakan ekosistem laut serta terganggunya kehidupan masyarakat pesisir menjadi dampak yang signifikan dari aktivitas tersebut. Namun, lemahnya regulasi dan penegakan hukum menyebabkan korporasi kerap kali luput dari pertanggungjawaban pidana yang tegas. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini merumuskan dua pertanyaan utama: (1) Bagaimana pengaturan tindak pidana perusakan lingkungan oleh korporasi dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2023 dapat diimplementasikan dalam kasus pencemaran laut? dan (2) Bagaimana bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi dalam tindak pidana lingkungan hidup? Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP dan mengkaji implementasinya melalui studi terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 4161 K/Pid.Sus.LH/2019 dan Putusan Pengadilan Negeri Batam No. 941/Pid.Sus/2023/PN.Btm. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus terhadap putusan pengadilan yang berkaitan dengan pencemaran laut oleh korporasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun KUHP terbaru telah mengakui korporasi sebagai subjek hukum pidana, penerapannya masih belum optimal karena fokus penegakan hukum lebih banyak diarahkan kepada individu, seperti nahkoda kapal, bukan terhadap entitas korporasi. Oleh karena itu, diperlukan perumusan sanksi yang lebih tegas, peningkatan koordinasi antar-lembaga, serta revisi terhadap regulasi sektoral agar korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana secara lebih efektif dalam kasus pencemaran lingkungan laut.