Implikasi Hukum Terhadap Ditolaknya Permohonan Pailit Akibat Kurangnya Unsur Dalam Syarat Permohonan Pailit Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Pasal 2 Ayat (1)
Implikasi Hukum Terhadap Ditolaknya Permohonan Pailit Akibat Kurangnya Unsur dalam Syarat Permohonan Pailit Berdasarkan Undang-Undang Nomor. 37 Tahun 2004 Pasal 2 Ayat (1) Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implikasi hukum yang timbul akibat ditolaknya permohonan pailit karena kurangnya unsur dalam syarat permohonan pailit sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang- undangan, konseptual, dan studi kasus, khususnya pada Putusan Pengadilan Niaga Nomor 6/Pdt.Sus-Pailit/2022/PN.Niaga.Sby yang dibatalkan oleh Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 1343 K/Pdt.Sus-Pailit/2022. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun syarat formil telah dipenuhi oleh kreditur, permohonan pailit dapat ditolak apabila pembuktian sederhana tidak terpenuhi, terutama dalam hal kejelasan hubungan hukum antara para pihak dan sahnya utang yang dijadikan dasar permohonan. Ditolaknya permohonan tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dan dapat merugikan hak kreditur. Oleh karena itu, pemahaman terhadap asas pembuktian sederhana, serta penerapan SEMA No. 2 Tahun 2016 dan SK KMA No. 109/KMA/SK/IV/2020 menjadi sangat penting agar proses permohonan pailit berjalan secara adil dan efektif. Penelitian ini merekomendasikan agar pengadilan niaga lebih konsisten dalam menerapkan standar pembuktian sederhana dan memperkuat mekanisme pelindungan hukum terhadap kreditur.