Perselisihan antara konsumen dan pengembang adalah fenomena yang sejak lama marak terjadi di masyrakat. Permasalahan yang sering mencuat adalah permasalahan tentang ketidakpastian serah terima unit properti yang dibeli oleh konsumen. Perselisihan yang sama terjadi antara konsumen dan pengembang apartemen Meikarta (PT. Mahkota Sentosa Utama). Padahal secara jelas UUD Tahun 1945 Pasal 28 H (Ayat 1) mengatur bahwa setiap warga negara berhak untuk hidup sejahtera dan bertempat tinggal yang layak serta dalam UU turunannya UU No 8 Tahun 1999 dan UU No.20 Tahun 2011. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui upaya hukum yang dapat di tempuh dalam hal memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen melalui sumber ketentuan, dan peraturan perundang- undangan yang berlaku, dan juga menganalisis tentang tanggung jawab / jaminan yang dapat diberikan pelaku usaha kepada konsumen. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif yakni pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dan sumber hukum primer,sekunder dan tersier. Hasil penelitian yaitu: pertama Ketidakpastian serah terima unit apartemen Meikarta yg berujung pada perselisihan antara konsumen dan pengembang Meikarta adalah disebabkan terkendalanya pembangunan pembangunan proyek Meikarta sebagai akibat dari banyaknya permasalahan yg dihadapi pengembang; mulai dari status perizinan yg tidak jelas, tersandung kasus korupsi, digugat pailit, penerapan etika yang buruk, disorot DPR dan diikritisi YLTKI; kedua Perlindungan hukum terhadap konsumen atas ketidak bertanggungjawaban pihak pengembang yang terlambat bahkan tidak menyerahkan prestasinya, sejatinya sudah diatur secara merinci di dalam berbagain peraturan perundang-undangan dan hukum positif di Indonesia. Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Pasal 28 H dan D, Undang-Undang No. 20 tahun 2022 tentang Rumah Susun, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memberikan ketentuan mengenai hak konsumen, kewajiban pelaku usaha dan larangan bagi pelaku usaha yang tertuang dalam Pasal 4, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 17, dan juga mengatur tentang bagaimana tanggung jawab dan penyelesaian masalah bilamana terjadi sengketa antara konsumen (litigasi dan non litigasi), sehingga kepastian hukum menjadi efektif mewujudkan kehendak masyarakat bisa tercapai serta terimplementasi dengan baik.