Perundungan terhadap anak merupakan bentuk kekerasan yang mengancam pemenuhan hak-hak dasar anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Walaupun Indonesia telah memiliki berbagai regulasi, seperti Undang-Undang Perlindungan Anak dan KUHP, praktik perundungan masih kerap terjadi, terutama di lingkungan pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pelaksanaan perlindungan hukum pidana bagi anak korban perundungan serta mengidentifikasi kendala yang dihadapi dalam penerapannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yang dipadukan dengan studi kasus, dengan landasan teori perlindungan hukum, teori sistem hukum, dan teori viktimologi. Hasil kajian menunjukkan bahwa secara normatif, perundungan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Namun, lemahnya pemahaman aparat penegak hukum, rendahnya kesadaran untuk melapor, serta kurangnya koordinasi antar lembaga menjadi hambatan utama dalam mewujudkan perlindungan hukum yang efektif. Untuk mencapai perlindungan yang komprehensif, diperlukan penguatan pada tiga pilar sistem hukum, yaitu substansi hukum (penguatan norma hukum), struktur hukum (peningkatan kapasitas institusi), dan budaya hukum (perubahan sikap masyarakat terhadap perundungan). Perlindungan yang efektif tidak hanya bertumpu pada pendekatan represif, tetapi juga perlu mengedepankan upaya preventif dan restoratif yang berorientasi pada kepentingan terbaik bagi anak.