Apoteker memiliki peran yang sangat penting dalam menjamin keamanan serta ketepatan penggunaan obat bagi pasien. Namun, dalam praktiknya masih sering terjadi kesalahan pemberian obat (medication error) yang dapat menimbulkan kerugian, baik secara fisik maupun materiil. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tanggung jawab hukum apoteker terhadap kesalahan pemberian obat berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2017, sekaligus menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya kesalahan tersebut. Metode yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan kasus. Data penelitian diperoleh melalui studi pustaka dan wawancara, kemudian dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa apoteker dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum perdata apabila terbukti melakukan kesalahan dalam pelayanan kefarmasian yang menimbulkan kerugian bagi pasien. Bentuk pertanggungjawaban tersebut meliputi perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Faktor penyebab kesalahan antara lain kurangnya ketelitian, komunikasi yang tidak efektif, serta rendahnya pemahaman tenaga kefarmasian terhadap obat. Dari sudut pandang pasien, kerugian yang dialami akibat kesalahan apoteker dapat dituntut pertanggungjawabannya kepada pihak apotek. Oleh karena itu, diperlukan standar operasional prosedur (SOP) yang ketat serta peningkatan kompetensi tenaga kefarmasian guna meminimalkan risiko kesalahan pemberian obat dan menjamin perlindungan hukum bagi konsumen.