Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting bagi kelangsungan hidup manusia. Hubungan antara manusia dengan bumi tidak hanya sekadar tempat untuk hidup, tetapi juga sebagai penyedia berbagai sumber daya yang dibutuhkan manusia dalam menjalani kehidupannya. Untuk mendapat kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah yang diperoleh setiap warga negara Indonesia, maka pemerintah membuat suatu kebijakan terhadap tanah yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang seterusnya disebut dengan (UUPA), terutama dalam memenuhi hajat hidup orang banyak sudah tentu setiap bidang- bidang tanah harus memiliki alas hak penguasaan dan kepemilikan yang memadai. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Masalah sengketa tanah merupakan masalah yang menyangkut hak-hak paling dasar rakyat. Pada kasus sengketa tanah antara warga tanah merah dengan Depo Pertamina Plumpang merupakan masalah yang kompleks dan berakar dari ketidakjelasan mengenai tanah. Sejak tahun 1960 hingga 1990-an, bahwa status tanah di kawasan tersebut merupakan tanah negara yang digunakan untuk kepentingan umum sehingga tidak dapat dimiliki warga secara pribadi meskipun terdapat kebijakan populis seperti penerbitan KTP dan IMB Kawasan. Mekanisme penyelesaian sengketa yang sesuai adalah melalui pembentukan satuan tugas terpadu lintas kementerian dan pemerintah daerah untuk memastikan penegakan hukum agraria yang adil serta pemenuhan hak warga melalui relokasi atau ganti rugi sesuai ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).