Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa orang tua yang melakukan kekerasan fisik terhadap anak hingga menyebabkan luka tetap dapat dimintai pertanggungjawaban pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Hubungan darah tidak menghapus pertanggungjawaban, bahkan dapat menjadi dasar pemberatan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 80 ayat (4) UU Perlindungan Anak. Kekerasan terhadap anak, meskipun dilakukan dengan alasan mendisiplinkan, tetap dianggap sebagai tindak pidana. Hal ini diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019. Dalam praktiknya, seperti pada Putusan No. 12/Pid.Sus/2021/PN Mkm, seorang ayah tiri dijatuhi hukuman penjara karena melakukan kekerasan berulang terhadap anak berusia 4 tahun. Meskipun dakwaan luka berat tidak terbukti, status sebagai orang tua tetap menyebabkan adanya pemberatan hukuman. Faktor-faktor yang menyebabkan kekerasan dalam keluarga meliputi tekanan ekonomi, trauma masa kecil, gangguan psikologis, pola asuh yang keliru, serta budaya yang masih mentolerir kekerasan terhadap anak.