Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah perlindungan hukum terhadap saksi mahkota dalam perkara tindak pidana korupsi di Indonesia telah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (UU LPSK), serta mengkaji bagaimana kedudukan saksi mahkota dalam sistem pembuktian pidana di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan serta studi kasus, khususnya dalam Putusan Pengadilan Tipikor Nomor 130/Pid.Sus/TPK/2017/PN.JKT.PST (kasus e-KTP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap saksi mahkota masih belum berjalan secara maksimal, belum adanya regulasi yang secara khusus mengatur prosedur dan jaminan hukum bagi saksi mahkota. Di sisi lain, kedudukan saksi mahkota dalam sistem pembuktian harus diletakkan secara proporsional sebagai alat bukti pendukung, bukan satu-satunya dasar pemidanaan. Oleh karena itu, diperlukan pembentukan regulasi yang eksplisit serta pengawasan ketat agar penggunaan saksi mahkota tidak melanggar prinsip keadilan dan tetap mendukung efektivitas dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.